Jakarta (Antara Babel) - Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan oleh anggota
DPR dari fraksi Partai Hanura, Miryam S Haryani.
"Mengadili, menolak keberatan tim penasihat hukum Miryam S Haryani
untuk seluruhnya," kata ketua majelis hakim Franky Tambuwun dalam
sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.
Sebelumnya Miryam mengajukan nota keberatan terhadap dakwaan jaksa
penuntut umum (JPU) yang mendakwanya memberikan keterangan yang tidak
benar dengan sengaja memberikan keterangan dengan cara mencabut semua
keterangannya yang pernah diberikan dalam BAP penyidikan.
"Penasihat hukum mengatakan perkara tindak pidana korupsi yang
dilakukan Miryam merupakan kewenangan peradilan umum. Bukan tipikor
karena pasal 22 di UU Pemberantasan Tipikor."
"Tapi majelis hakim
tidak sependapat karena penasihat hukum menafsirkan sendiri. Terkait
perkara pokok belum berkekuatan hukum tetap atas terdakwa Irman dan
Sugiharto majelis juga tidak sependapat karena untuk mengajukan orang
sebagai terdakwa seusai pasal 22 tidak ada ketentuan dalam UU yang
menyatakan harus menunggu perkara lain maka karena hal itu tidak
beralasan hukum dan harus ditolak," tambah Franky.
Sehingga dakwaan penuntut umum nomor 40/4/07/2017 tanggal 3 Juli 2017
telah memenuhi syarat formal dan material sesuai dengan ketentuan pasa
143 ayat 2 huruf a dan b KUHP dan sah menurut hukum serta dapat diterima
sebagai dasar pemeriksaan perkara.
Dalam perkara ini, Miryam didakwa memberikan keterangan yang tidak
benar dengan sengaja memberikan keterangan dengan cara mencabut semua
keterangannya yang pernah diberikan dalam BAP penyidikan yang
menerangkan antara lain adanya penerimaan uang dari Sugiharto dengan
alasan pada saat pemeriksaan penyidikan telah ditekan dan diancam oleh 3
orang penyidik KPK padahal alasan yang disampaikan terdakwa tersebut
tidak benar. Pencabutan BAP itu terjadi dalam sidang pada Kamis, 23
Maret 2017.
Selanjutnya pada Kamis, 30 Maret 2017 JPU menghadirkan kembali Miryam
di persidangan bersama 3 penyidik yaitu Novel Baswedan, MI Susanto dan A
Damanik.
Ketiga penyidik itu menerangkan bahwa mereka tidak
pernah melakukan penekanan dan pengacaman saat memeriksa terdakwa
sebagai saksi, lebih lanjut diterangkan dalam 4 kali pemeriksaan pada 1,
7, 14 Desember 2016 dan 24 Januari 2017 kepada terdakwa diberi
kesempatan untuk membaca, memeriksa dan mengoreksi keerangannya pada
setiap akhir pemeriksaan sebelum diparaf dan ditandatangani Miryam.
Setelah mendengar keterangan 3 penyidik KPK, hakim kembali menayakan kepada Miryam terhadap keterangan tersebut.
Atas
pertanyaan hakim, Miryam tetap pada jawaban yang menerangkan bahwa
dirinya telah ditekan dan diancam penyidik KPK saat pemeriksaan dan
penyidikan serta dipaksa mendatangani BAP sehingga Miryam tetap
menyatakan mencabut semua BAP termasuk keterangan mengenai penerimaan
uang dari Sugiharto.
Terhadap perbuatan tersebut, Miryam didakwa dengan pasal 22 jo pasal
35 ayat 1 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun
2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP
yang mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau
memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama
12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Hakim Tolak Keberatan Miryam Haryani
Senin, 7 Agustus 2017 14:59 WIB
Mengadili, menolak keberatan tim penasihat hukum Miryam S Haryani untuk seluruhnya,