Pangkalpinang (Antara Babel) - Petani lada yang ada di Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung harus menunda penjualan hasil panen mereka akibat anjloknya harga.
"Harga lada saat ini masih terpuruk di kisaran Rp69 ribu hingga Rp72 ribu per kilogram. Harga tersebut turun jauh dibandingkan dengan tahun lalu yang masih mencapai Rp150 ribu," ujar salah seorang petani lada di Desa Kimak, Kabupaten Bangka, Munir, Rabu.
Hal tersebut menurutnya, memaksa para petani lada di Kabupaten Bangka untuk menahan penjualan lada ke pasaran karena takut merugi.
"Kalau harga lada murah, kami kumpul dulu lada yang panen, seketika harga naik dan berada di posisi standar baru kami jual," jelasnya.
Menurutnya, meskipun sistem resi gudang sudah diberlakukan oleh Pemerintah Provinsi Bangka Belitung sejak beberapa waktu lalu dengan tujuan untuk meningkatkan harga lada, hingga saat ini belum menunjukkan dampak positif bahkan harga lada justru terus merosot.
"Meskipun para petani lada sudah berupaya menahan ladanya untuk tidak di jual namun strategi tersebut ternyata belum mampu menaikkan harga lada," tuturnya.
Begitu juga dengan petani lada asal desa Balunijuk, Kabupaten Bangka, Yuswan yang juga merasakan dampak turunnya harga lada dan memilih untuk menahan penjualan ladanya.
"Kalau harga lada murah seperti ini bisa-bisa kita rugi dan sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup," ujarnya.
Ia berharap agar harga lada bisa bangkit kembali, setidaknya bisa mengimbangi biaya operasional petani agar tidak merugi.
"Petani berharap agar pemerintah bisa mengupayakan kenaikan harga lada dan berimbang dengan biaya yang kami keluarkan untuk berkebun. Semoga harga lada bisa di atas Rp100 ribu per kilogram sehingga kehidupan petani sejahtera," tuturnya.
Petani lainnya dari Desa Sempan Kabupaten Bangka, Satin menyebutkan, jika anjloknya harga lada berlangsung lama dikhawatirkan petani tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup.
"Sekarang saja untuk memenuhi kebutuhan hidup kita harus ngutang dulu ke warung tetangga," jelasnya.
Ia mengatakan, hasil ladanya dijual langsung ke perusahan eksportir ataupun ke pasar jika lada dijual dalam jumlah yang relatif banyak.
"Saat lada yang didapatkan hanya sedikit biasanya Iada saya jual ke tengkulak dengan selisih Rp5ribu per kilogram dibandingkan dengan harga di pasar dan perusahan eksportir," ucapnya.
Baik dirinya maupun petani lainnya merasa gelisah dengan kondisi tersebut.
"Kita sebagai petani merasa gelisah dengan turunnya harga lada. Yang dulunya hampir ratusan ribu sampai sekarang hanya puluhan ribu" katanya.
Salah seorang pengepul lada di Kimak, Panca mengatakan, kondisi tersebut sudah terjadi sejak awal September.
"Sebelumnya kita membeli lada dari petani dengan harga diatas Rp80 ribu per kilogram. Namun bulan ini hanya Rp69 ribu karena harga Lada di pasar dunia cenderung mengalami pelemahan," jelasnya.
Ia menyebutkan, rendahnya permintaan dan penurunan harga merupakan ciri umum dari situasi pasar Lada minggu ini.
"Meskipun persediaan Lada di Indonesia terbatas, namun harga di pasaran tidak terdongkrak. Ini sangat terpengaruh oleh pergerakan harga di negara-negara penghasil Lada lainnya, terutama di Vietnam. Saat ini, harga Lada sudah mencapai level titik lemahnya," ujar dia.
Petani Tahan Penjualan Lada Akibat Harga Anjlok
Rabu, 27 September 2017 9:10 WIB
Harga lada saat ini masih terpuruk di kisaran Rp69 ribu hingga Rp72 ribu per kilogram. Harga tersebut turun jauh dibandingkan dengan tahun lalu yang masih mencapai Rp150 ribu,