Jakarta (Antara Babel) - Kepala Badan Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius mengungkapkan kasus pendanaan
terorisme yang terafiliasi dengan kelompok ISIS terus meningkat sejak
2014.
"Meningkatnya jumlah penanganan perkara sejak 2014 menunjukkan ISIS
masih menjadi ancaman, khususnya di Indonesia," kata Suhardi saat
peluncuran buku putih tentang pemetaan risiko pendanaan terorisme yang
berafiliasi ISIS.
Ia mengatakan kelompok teroris pada dasarnya
membutuhkan dana untuk menjalankan aksinya baik yang bersifat individu
maupun organisasi. Dana-dana itu antara lain dikumpulkan untuk pembelian
senjata dan alat peledak serta mobilitas anggota.
Tak hanya itu, kata Suhardi, dana itu juga digunakan untuk membiayai perjalanan dan fasilitasi petempur teroris asing (Foreign Terrorist Fighter/FTF), pelatihan terorisme dan membangun jaringan antarkelompok teroris.
Oleh karena itu, BNPT bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) berupaya memutus rantai pendanaan terorisme, khususnya
yang terafiliasi dengan ISIS.
"Pergerakan ISIS luar biasa. Mereka punya daerah teritorial dan itu
butuh dana. Maka fokus BNPT dan PPATK memutus mata rantai pendanaan
itu. Buku putih ini untuk memutus mata rantai pendanaan terorisme
domestik dengan global yang terafiliasi ISIS," kata Suhardi.
Kepala
PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan lembaganya terus menelusuri
aliran dana jaringan terorisme yang terafiliasi dengan ISIS, termasuk di
antaranya yang berkedok sebagai lembaga dakwah.
"Tidak semua lembaga dakwah seperti itu, tergantung motifnya. Oleh karena itu, Densus 88 Polri sangat hati-hati," katanya.
Ia
menambahkan bahwa organisasi nirlaba bisa terseret ke dalam jaringan
terorisme kalau tidak berhati-hati dalam menerima sumbangan dana.
"Kalau ada lembaga dakwah yang mendapat sumbangan dana, jangan
langsung diterima. Tetapi kenali dulu. Ini perlu kerja sama BNPT, BIN
dan Densus 88 Polri," tuturnya.
BNPT: Kasus Pendanaan Terorisme Terafiliasi ISIS Meningkat
Rabu, 27 September 2017 16:46 WIB
Meningkatnya jumlah penanganan perkara sejak 2014 menunjukkan ISIS masih menjadi ancaman, khususnya di Indonesia,