Jakarta (Antara Babel) - Indonesia akan menghasilkan produk baja tahan karat (stainless steel)
mencapai empat juta ton pada 2019 sehingga Indonesia akan menjadi
produsen kedua terbesar di dunia atau setara dengan produksi di Eropa.
"Target itu akan dicapai dari Kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, yang tahun ini menghasilkan stainless steel sebanyak dua juta ton,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui keterangan resmi di Jakarta, Rabu.
Peningkatan
kapasitas produksi terjadi karena realisasi dari investasi beberapa
industri pengolahan dan pemurnian (smelter) berbasis nikel di kawasan
industri tersebut.
Kemenperin mencatat, kawasan
industri Morowali dengan luas 2.000 hektare akan menarik investasi
sebesar 6 miliar dolar AS atau mencapai Rp80 triliun dengan menyerap
tenaga kerja langsung sekitar 26 ribu orang dan tidak langsung sebanyak
80 ribu orang hingga tahun 2019.
Saat ini,
terdapat 10 perusahaan yang telah beroperasi di kawasan industri yang
dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Selain mengenai rencana ekspansi industri stainless steel,
Airlangga juga menyampaikan bahwa di kawasan industri yang
pembangunannya merupakan hasil kerja sama antara Bintang Delapan Group
dari Indonesia dengan Tsingshan Group dari Tiongkok itu akan menargetkan
produksi carbon steel mencapai 3,5 juta ton per tahun.
Pabrik
baja karbon tersebut diproyeksi akan menelan investasi sebesar 980 juta
dollar AS. Namun, nilainya bisa bertambah mencapai 1,3 miliar dolar AS
jika ditambah dengan pembangkit listrik.
Proyek
ini akan dibangun oleh PT Dexin Steel Indonesia, yang merupakan
perusahaan patungan antara Delong Holding Limited bersama Shanghai
Decent dan IMIP.
Menurut Airlangga, selain
tengah mengajukan izin pembangunan kepada Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM), saat ini perusahaan tersebut juga meminta fasilitas tax
holiday mengingat sebagai sektor industri yang terbilang pionir dan
nilai investasinya besar.
"Mereka akan memproduksi carbon steel berbasis blast furnace. Produk turunannya nanti sebagian untuk long product," ujarnya.
Dengan
kapasitas produksi baja karbon sebesar 3,5 juta ton per tahun, pabrik
ini akan mengurangi impor baja untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Kemenperin
mencatat, kebutuhan baja nasional tahun lalu mencapai 12,94 juta ton
per tahun, sedangkan produsen dalam negeri hanya mampu memenuhi sebesar
6,8 juta ton.
Produk baja karbon tersebut
nantinya mirip dengan produk yang dihasilkan oleh PT Krakatau Steel
(Persero) Tbk. Sehingga klaster pabrik baja baru ini disebut sebagai
kompleks Krakatau Steel (KS) jilid II.
Sementara
itu, KS bersama perusahaan baja Korea, Posco serta Nippon Steel dan
Osaka Steel dari Jepang sepakat bekerja sama untuk membangun klaster
baja baja di Cilegon, Banten, yang akan memproduksi 10 juta ton baja
pada tahun 2025.
Dengan target itu, Indonesia segera memiliki kapasitas baja yang besar dalam menuju negara mandiri dari impor baja.
Selain
itu, mampu memberikan efek berganda bagi perekonomian nasional melalui
penciptaan lapangan pekerjaan dan peningatan nilai tambah di dalam
negeri.