Bengkulu (Antara Babel) - Anggota Dewan Pers Indonesia, Jimmy Silalahi
menyebutkan media, baik arus utama maupun sosial berpotensi menjadi
senjata terorisme untuk menyebarkanluaskan ketakutan pada masyarakat.
"Terutama media sosial yang menyasar publik yang sebagian besar
belum bisa membedakan informasi dan berita," kata Jimmy saat seminar
Literasi Media sebagai Upaya Cegah dan Tangkal Paham Radikal dan
Terorisme di Bengkulu, Kamis.
Ia mengatakan, fenomena berita bohong atau "hoax", cukup rentan
dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk menyebarluaskan paham terorisme
dan radikalisme.
Karena itu, masyarakat harus cerdas membedakan informasi dan
berita. Pencerdasan masyarakat atau edukasi salah satunya dapat
dilakukan melalui media massa.
"Dalam beberapa kasus justru media arus utama juga terjebak dengan
hoax seperti beberapa pemberitaan yang dilaporkan ke Dewan Pers,"
ucapnya.
Padahal, media memiliki tanggungjawab dalam menangkal paham radikalisme dan terorisme.
Kegiatan yang digagas Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT)
Provinsi Bengkulu itu juga menghadirkan Anggota DPD asal pemilihan
Bengkulu, Eni Khairani.
Menurut Eni, media sosial menjadi wadah yang sangat efektif bagi
teroris dan radikalis untuk mencuci otak para generasi muda.
"Literasi perlu ditingkatkan untuk menangkal paham ideologi sesat
dan pemerintah juga sudah meningkatkan pengawasan konten berbahaya,"
tuturnya.
Seminar yang menghadirkan seratusan jurnalis media televisi, radio,
daring (online) dan cetak itu juga membuka kesempatan bagi peserta
untuk berdialog dengan pembicara.
Dewan Pers Menyebut Media Bisa Jadi Senjata Terorisme
Kamis, 12 Oktober 2017 15:37 WIB
Terutama media sosial yang menyasar publik yang sebagian besar belum bisa membedakan informasi dan berita,