Ternyata pidato perdana Anies Baswedan setelah dilantik menjadi Gubernur
DKI Jakarta menimbulkan kegaduhan. Akibat tidak mendengar pidato
tersebut dengan telinga kepala saya sendiri maka saya mencoba
mendengarkannya dari video CNN Indonesia yang diunggah di Youtube.
Bagian yang menggaduhkan berada pada menit 06.30-08.00 sebagai
berikut "Jakarta ini satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan
kolonialisme dari dekat. Penjajahan di depan mata selama ratusan tahun.
Di tempat lain penjajahan mungkin terasa jauh. Tapi di Jakarta, bagi
orang Jakarta, yang namanya kolonialisme itu di depan mata. Dirasakan
sehari-hari. Karena itu, bila kita merdeka maka janji-janji itu harus
terlunaskan bagi warga Jakarta. Dulu kita semua pribumi ditindas dan
dikalahkan, kini telah merdeka. Kini saatnya kita menjadi tuan rumah di
negeri sendiri. Jangan sampai, Jakarta ini seperti yang dituliskan dalam
pepatah Madura; Itik se atellor, ajam se ngeremmih. Itik yang bertelur
ayam yang mengerami. Kita yang bekerja keras untuk merebut kemerdekaan,
mengusir kolonialisme, kita semua harus merasakan manfaat kemerdekaan di
Ibu Kota ini".
Setelah mendengar unggahan Youtube tersebut, terus terang saya gagal
paham mengenai apa sebenarnya yang perlu digaduhkan dari kata "pribumi"
yang cuma sekali muncul di dalam orasi perdana Gubernur Anies.
Maklum daya tafsir saya memang rendah maka saya tidak berhasil
memahami kenapa kata "pribumi" yang digunakan oleh Gubernur Anis
digaduhkan. Saya makin gagal paham karena menurut daya tafsir pribadi
saya, Gubernur Anis menggunakan istilah "pribumi" dalam makna positif,
bahkan konstruktif dalam konteks sejarah Jakarta ditindas kaum penjajah
yang sebaiknya tidak dilanjutkan di masa kini dan di masa depan.
Rasanya mustahil bahwa para penggaduh memang ingin melestarikan
penindasan rakyat di Jakarta. Maka saya mencoba menelaah apa sebenarnya
makna kata "pribumi".
Makna
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "pribumi" adalah sebuah
kata benda bermakna "penghuni asli ; yang berasal dari tempat yang
bersangkutan". Anonim "pribumi" dalam bahasa Melayu adalah "bumiputera"
yang di Indonesia tidak pernah dihebohkan, bahkan sejak 1912 lestari
diabadikan sebagai nama AJB Bumiputera.
Di alam akademis, kata "pribumi" yang lazim digunakan oleh para
antropolog sebagai identitas para penduduk asli, seperti Maya, Inka,
Apache, Comanche di Benua Amerika, Aborijin di Benua Australia, Maori di
Selandia Baru, Eskimo-Aleut di Alaska.
Bahkan pada bulan Agustus 2016, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen telah
resmi meminta maaf kepada kaum Austronesia sebagai pribumi Taiwan yang
teraniaya selama berabad-abad.
Setelah cermat menelaah makna kata "pribumi", alih-alih tercerahkan
saya malah makin gagal paham mengenai kenapa kata "pribumi" yang
diucapkan Gubernur Anis sampai sedemikian digaduhkan di persada
Nusantara masa kini.
"De facto" sekaligus "de jure" saya adalah seorang warga Indonesia
sama halnya dengan Anies Baswedan adalah seorang warga Indonesia.
Namun secara sosiobiologis atau etnis atau ras, kebetulan saya
keturunan China, sementara Anies keturunan Arab maka kami berdua secara
sosiobiologis tidak tergolong kaum pribumi di Indonesia.
Kebetulan kami berdua saling bersahabat sejak saya sempat
mewawancara Anies Baswedan ketika mulai bergabung ke bursa Calon
Presiden.
Sejauh saya pribadi mengenal kepribadian dan budi pekerti Anies
Baswedan, saya berani mengambil kesimpulan bahwa Anies Baswedan bukan
seorang rasis yang tega merendahkan sesama manusia berdasar latar
belakang ras, etnis dan suku.
Secara keturunan atau trah, nasionalisme Anies Baswedan juga tidak
perlu diragukan lagi sebab putera terbaik Indonesia kelahiran Kuningan
ini merupakan cucu pejuang kemerdekaan Republik Indonesia, Abdurrahman
Baswedan.
Sebagai pihak yang mengenal kepribadian dan budi pekerti Anies
Baswedan, saya pribadi menyimpulkan bahwa dalam menggunakan istilah
"pribumi" sebenarnya Gubernur Anies tidak berniat negatif apalagi
destruktif seperti rasisme.
Caricarisme
Kepada mas Anies, saya sampaikan saran agar selama menjabat sebagai
Gubernur Jakarta setelah melewati kemelut pilkada paling panas dalam
sejarah Pilgub Jakarta sebaiknya menghindari penggunaan kata "pribumi"
secara terbuka ke publik Indonesia era reformasi yang pluralis dalam
daya kreativitas tafsir luar biasa beraneka ragam seolah tak kenal
batas.
Di tengah suasana paranoid beraroma kebencian yang sedang merundung
panggung politik Indonesia masa kini, apa boleh buat sesuatu yang bagi
diri kita bukan merupakan masalah memang bisa ditafsirkan oleh orang
lain sebagai masalah.
Akibat manusia tidak ada yang sempurna maka apabila dicari apalagi dicari-cari pasti akan ditemukan ketidak-sempurnaan.
Kalau perlu bahkan sengaja kreatif diciptakan kesalahan yang sebenarnya bukan kesalahan demi kepuasan para penganut aliran caricarisme yang memang kegemarannya adalah mencari-cari kesalahan orang lain.
*) Penulis adalah seniman dan budayawan, pendiri Pusat Studi Kelirumologi dan Sanggar Pembelajaran Kemanusiaan
Saran Untuk Mas Anies
Kamis, 19 Oktober 2017 10:30 WIB