Jakarta (Antara Babel) - Ekonomi berbiaya tinggi menjadi sesuatu yang
menjadi semacam ambisi bagi Joko Widodo (Jokowi) untuk meruntuhkannya
bahkan jauh sebelum ia menduduki kursi Presiden.
Mantan Walikota Solo itu memiliki impian untuk mendongkrak daya
saing ekonomi Indonesia hingga setidaknya menyamai tingkatan
negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.
Berbagai terobosan pun terus dikejarnya ketika tiga tahun lampau ia resmi dilantik sebagai Presiden RI.
Hal pertama yang dilakukan yakni perbaikan infrastruktur khususnya
memangkas waktu tunggu bongkar muat di pelabuhan-pelabuhan atau
"dwelling time" menjadi paling lama tiga hari.
Meski ada harga mahal yang harus dibayar termasuk mengocok ulang
kabinetnya demi tercapainya target meningkatkan daya saing Indonesia.
Tercatat sudah dua kali, Presiden Jokowi merombak atau mereshuffle
Kabinet Kerjanya agar dirasa lebih efisien untuk mendukung
program-program ekonominya.
Kini setelah tiga tahun "Kerja Bersama", Presiden Jokowi dalam
wawancara khususnya dengan LKBN Antara beberapa waktu lalu menegaskan
bahwa dirinya meyakini akhir tahun ini hingga awal tahun depan
masyarakat sudah akan mulai bisa merasakan hasil-hasil kerja bersama
tersebut.
Puluhan Groundbreaking
Presiden Jokowi dalam setiap kesempatan selalu mengatakan ekonomi
berbiaya tinggi di Indonesia menjadikan harga barang-barang di Tanah Air
lebih mahal bahkan 2,5 kali lipat ketimbang di negara-negara tetangga.
Hal itulah yang mengakibatkan daya saing Indonesia belum beranjak sekuat negara-negara lain.
Oleh karena itu, proyek infrastruktur pun dikebut demi mengejar
ketertinggalan tersebut. Namun Presiden menegaskan bahwa pasca-tiga
tahun membangun dan mengejar target-target yang dinilai banyak pihak
ambisius itu, Presiden telah merencanakan langkah lanjutan.
Ke depan jika persoalan ekonomi biaya tinggi telah menampakkan hasil
yang memuaskan, dalam dua tahun sisa pemerintahannya Jokowi ingin
beranjak pada pembangunan sumber daya manusia dan revolusi mental.
Meski begitu, ia merasa bahwa pekerjaan utamanya untuk memastikan
proyek-proyek infrastruktur telah berjalan dengan baik harus tetap
dilakukan.
Blusukan bagi Jokowi akan tetap menjadi tema utama yang memang
seakan menjadi kekuatan andalan dari sosok yang pernah menjabat sebagai
wali Kota Solo dan gubernur DKI Jakarta ini. Ia sendiri mengaku memiliki
alasan tersendiri mengapa selalu melakukan aktivitas yang telah
dimulainya sewaktu menjabat sebagai wali kota.
Dalam video yang mengangkat tagar #kerja3ersama itu, terungkap bahwa
setidaknya 117 kabupaten dan 47 kota di seluruh Indonesia telah ia
kunjungi.
Meski terkadang harus menempuh perjalanan yang tidak mudah dan
melelahkan untuk mencapai sejumlah lokasi tersebut, Presiden tetap
melaju dengan penuh semangat. Dalam perjalanannya itu, Kepala Negara
menemui para kepala daerah dan yang paling penting ialah masyarakat itu
sendiri.
Untuk tahun 2017 saja, sebanyak 1.286.395 Kartu Indonesia Sehat (KIS) ia bagikan kepada masyarakat di seluruh Indonesia.
Selain itu, sebanyak 46.336 Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan 137.035
sertifikat tanah ia bagikan langsung dalam sejumlah perjalanannya itu.
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey
Machmudin mengatakan untuk urusan infrastruktur ini, sebanyak 23
peletakan batu pertama atau groundbreaking telah dilakukan Presiden di
sejumlah daerah. Beberapa di antaranya ialah untuk pengembangan ataupun
pembangunan tol laut, jalan tol, waduk, dan rumah rakyat.
Selain itu selama 2017 ini, sebanyak 119 unit sepeda diberikan
langsung oleh dirinya bagi masyarakat yang mampu menjawab tantangan yang
diberikan.
Daya Beli
Di tengah optimisme yang terus dimunculkan Pemerintahan Jokowi-Jk isu menurunnya daya beli masyarakat sempat juga mengemuka.
Pengamat ekonomi Edyanus Herman misalnya mengatakan kurangnya daya beli disebabkan turunnya pendapatan masyarakat.
Menurut dia, pendapatan masyarakat juga turun dan di sisi lain pengeluaran yang lain meningkat.
Edyanus menyatakan kebijakan kenaikan pajak juga menjadi faktor lain
yang menyebabkan turunnya daya beli masyarakat yang pada akhirnya
berimbas pada omzet pedagang saat ini.
Untuk itu, ia menyarankan perlu adanya langkah dari pemerintah untuk
mengatasi hal tersebut di antaranya dengan menjaga pasokan kebutuhan
pokok agar tetap terjaga sampai akhir tahun sehingga tingkat inflasi
bisa rendah.
Maka hal itulah yang kemudian dilakukan oleh Presiden Jokowi dan
jajarannya dengan menerapkan berbagai terobosan untuk mendongkrak daya
beli masyarakat.
Bahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution,
menegaskan, daya beli masyarakat hingga September 2017 masih relatif
terjaga. Bahkan, tingkat konsumsi rumah tangga pada kuartal III diklaim
jauh lebih baik dibanding kuartal II tahun ini yang tumbuh stagnan.
Berdasarkan hasil studi Danareksa Institute, kepercayaan konsumen pada September naik 0,7 persen di level 100,4.
Kenaikan kepercayaan konsumen didukung oleh optimisme terhadap
prospek perekonomian nasional, dan persepsi positif terhadap kondisi
ekonomi saat ini.
Meskipun optimisme konsumen naik, rencana membeli barang tahan lama
menurun. Danareksa Institute mencatat, hanya sekitar 41,07 persen
konsumen yang berencana membeli barang tahan lama dalam enam bulan ke
depan.
Sementara itu, di sisi lain, konsumen pun mengkhawatirkan terhadap
indikator kelangkaan kerja tercatat 38,2 persen, tingginya sejumlah
harga komoditas strategis 66,6 persen, dan penyesuaian tarif listrik
sebesar 7,5 persen.
Presiden Jokowi sendiri berharap masyarakat semakin dewasa untuk
bisa memisahkan berbagai persoalan termasuk tidak mencampuradukkan
urusan ekonomi dengan isu politik.
Itu semata untuk mewujudkan daya saing Indonesia yang semakin baik ke depan.
Menuju Ekonomi Tak Berbiaya Tinggi ala Presiden Jokowi
Minggu, 22 Oktober 2017 19:59 WIB