Jakarta (Antara Babel) - Ketua DPR, Setya Novanto, tidak memenuhi
panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan tindak
pidana korupsi KTP elektronik, Rabu.
"Pagi ini surat dari pengacara Setya Novanto kami terima di bagian
persuratan KPK. Yang bersangkutan tidak dapat hadir hari ini," kata Juru
Bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Rabu.
Pemanggilan itu merupakan yang pertama pasca Novanto ditetapkan
kembali menjadi tersangka dugaan korupsi kasus KTP elektronik, Jumat
lalu (10/11) .
Sebelumnya, Novanto --juga ketua umum DPP Partai Golkar-- juga
tidak memenuhi panggilan KPK sebanyak tiga kali diperiksa sebagai saksi
untuk tersangka Dirut PT Quadara Solution, Anang Sugiana Sudihardjo,
dalam kasus yang sama.
Pada pemanggilan pertama Senin (30/10), Novanto juga tidak memenuhi
panggilan KPK sebagai karena ada kegiatan lain di daerah pada masa
reses DPR RI.
Sementara pada pemanggilan kedua dan ketiga pada Senin (6/11) dan
Senin (13/11), Novanto menyatakan pemanggilan dia itu harus ada izin
tertulis dari presiden.
Selain itu, Novanto juga menyatakan setiap anggota DPR mempunyai
hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan serta hak imunitas
serta menunggu putusan uji materi di MK soal Pasal 46 ayat (1) dan (2)
serta Pasal 12 UU Nomor 30/2002 tentang KPK.
"Dalam proses hukum, acuan yg digunakan adalah KUHAP, UU Tipikor
dan UU KPK. Jadi sekalipun ada bagian dari UU tersebut yang diuji di MK,
hal tersebut tidak akan menghentikan proses hukum yang berjalan," kata
Diansyah.
Apalagi, kata dia, terdapat penegasan di Pasal 58 UU MK sehingga
dalam penanganan kasus KTP elektronik ini pihaknya akan berjalan terus.
Menurut dia, dalam penegakan hukum KPK mempunyai tanggung jawab
dan tugas untuk menegakkan hukum secara adil dan berlaku sama terhadap
semua orang dan jangan sampai ada kesan hukum tidak bisa menyentuh
orang-orang tertentu.
Apalagi, menurut Febri. jika ada yang mengkaitkan dengan pemahaman
bahwa imunitas berarti kekebalan hukum tanpa batas karena tentang hak
imunitas tersebut, meskipun disebut di UUD 1945, uraian lebih lanjut
harus dibaca pada Pasal 80 dan Pasal 224 UU MD3.
"Jelas sekali, pengaturan hak imunitas terbatas untuk melindungi
anggota DPR yang menjalankan tugas. Tentu hal itu tidak berlaku dalam
hal ada dugaan tindak pidana korupsi karena melakukan korupsi pasti
bukan bagian dari tugas DPR," tuturnya.
Ia pun menegaskan bahwa dasar hukum penanganan perkara di KPK,
termasuk anggota DPR adalah KUHAP, UU Tipikor dan UU KPK yg berlaku
khusus.
"Ada ketentuan di Pasal 46 ayat (1) UU KPK juga Pasal 46 UU KPK.
Dalam hal seseorang ditetapkan sebagai tersabgja oleh KPK, terhitung
srjak tanggal penetapan tersebut prosedur khusus yang berlaku dalam
rangka pemeriksaan tersangka yang diatur di perundang-undangan lain,
tidak berlaku berdasarkan UU ini," ungkap Diansyah.
Selain itu, kata Febri, Untuk pemeriksaan saksi tidak ada larangan
dan aturan harus izin presiden karena Pasal 245 UU MD3 mengatur
prosedur perizinan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak
pidana.
"Itupun dikecualikan di ayat (3) jika disangka tindak pidana
khusus. Orang yang diduga melakukan tindak pidana tersebut dipahami
adalah tersangka sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP.
Tersangka adakah seorang yang karena perbuatannya atau keadannya
berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana,"
ucap dia.
Setya Novanto Tidak Penuhi Panggilan Diperiksa Sebagai Tersangka
Rabu, 15 November 2017 14:34 WIB
Pagi ini surat dari pengacara Setya Novanto kami terima di bagian persuratan KPK. Yang bersangkutan tidak dapat hadir hari ini,