Dubai/Riyadh (Antara Babel) - Program swastanisasi Arab Saudi senilai 300
miliar dolar AS (Rp4.059 triliun) digadang-gadangkan sebagai
privatisasi abad ini manakala Pangeran Mahkota Mohammed bin Salman
membeberkan rencana akbarnya itu. Tapi sembilan bulan kemudian, program
itu berjalan lambat sekali, kata para bankir, investor dan analis yang
mengetahui lebih dalam program swastanisasi Saudi itu seperti dikutip
Reuters.
Kendala terbesar, menurut mereka, adalah birokrasi
besar, kerangka hukum yang tidak matang, terus berubahnya prioritas
departemen-departemen pemerintahan dan investor yang sudah letih
mengikuti proses ini.
Beberapa di antaranya menyalahkan
pendekatan wait-and-sea para investor, akibat ketidakmenentuan mengenai
akhir dari kampanye antikorupsi yang membuat sejumlah anggota keluarga
kerajaan, beberapa menteri dan pejabat teras Saudi digerebek awal
November lalu.
Pencatatan saham perusahaan minyak negara Saudi
Aramco --yang diperkirakan menghimpun modal 100 miliar dolar AS (Rp1.353
triliun) -- berada di relnya tahun depan, Kata Pangeran Mohammed kepada
Reuters, Oktober silam.
Namun, Riyadh belum memilih pasar saham
asing mana yang dipilih, selain tentunya bursa Saudi, yang nantinya
akan menjadi tempat pencatatan saham paling besar dalam sejarah ekonomi.
Sedangkan sektor-sektor di mana proses privatisasi berjalan lamban adalah gandum, perusahaan pos, dan layanan kesehatan.
"Akan
memakan waktu lebih lama (dari yang sudah diperkirakan)," kata seorang
bankir Saudi kepada Reuters. "Ada perubahan akibat bergesernya
prioritas-prioritas pemerintah dan pada level mikro terdapat
lembaga-lembaga tua yang acap tak pernah membuat pembukuan dan belum
siap menghadapi privatisasi."
Swastanisasi ini adalah pilar Visi
2030 yang digadang-gadangkan Pangeran Mohammed, dengan tujuan utama
menghimpun sebanyak mungkin dana segar dan diversifikasi ekonomi setelah
resesi dan tingkat pengangguran tinggi menekan pendapatan ekspor minyak
Saudi pada era harga minyak murah seperti sekarang.
Namun para
bankir, investor dan analis menyuarakan keprihatinan mereka atas tidak
matangnya kerangka regulasi, padahal ini sangat penting dalam menjamin
calon pemegang saham mengenai seberapa banyak perusahaan asing
mendapatkan untung dari go public, termasuk hak mem-PHK staf.
Wakil
Menteri Keuangan Mohammed al-Tuwaijri berkata kepada Reuters April
silam, di luar Aramco, pemerintah berencana memprivatisasi bagian besar
perekonomian Saudi sampai senilai 200 miliar dolar AS.
Swastanisasi Saudi Senilai Rp4.095 Triliun Berjalan Tersendat
Jumat, 1 Desember 2017 21:07 WIB