Jakarta (Antaranews Babel) - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan negara-negara anggota World Trade Organization (WTO) harus mampu untuk menyatukan pendapat dalam upaya memuluskan perundingan dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) selanjutnya.
Enggartiasto menyambut baik prakarsa India untuk mengadakan pertemuan bagi negara-negara kunci dan Dirjen WTO dikarenakan KTM di Buenos gagal menghasilkan 'political directions' bagi proses perundingan selanjutnya.
"Para Menteri dan Ketua Delegasi yang hadir cukup terbuka dalam menyampaikan pendapatnya, namun tampaknya masih cukup lebar perbedaan yang ada. Saya sampaikan bahwa ada "trust deficit" di antara kita yang harus segera diatasi," kata Enggartiasto, dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu.
Menyusul kegagalan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO ke-11 pada Desember 2017 di Buenos Aires, India mengambil prakarsa untuk mengundang negara-negara kunci anggota WTO dan Dirjen WTO Roberto Azevedo untuk membahas secara informal kelanjutan sistem perdagangan multilateral yang dikelola oleh WTO.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang hadir dalam pertemuan tersebut mewakili Indonesia sekaligus kelompok pertanian G33 berdiskusi intensif dengan Ketua Pertemuan, Menteri Perdagangan India Mr. Suresh Prabhu, serta menteri-menteri dan ketua delegasi dari 45 negara anggota WTO lainnya.
Para Menteri secara umum membahas dua topik besar. Pertama adalah arahan politik untuk proses perundingan di WTO terutama pada isu-isu yang tidak memiliki kejelasan program kerja dari KTM Buenos Aires. Kedua, terkait isu pembangunan yang terus mengganjal kemajuan perundingan Putaran Doha sejak diluncurkan pada tahun 2001.
Untuk isu pertama, delegasi yang hadir memiliki pandangan yang berbeda. Negara berkembang termasuk negara kurang berkembang umumnya berpendapat bahwa isu-isu Doha utamanya di bidang pertanian dan perlakuan khusus bagi negara kurang berkembang tetap harus diselesaikan.
Sebagian besar negara berkembang bersikap terbuka untuk mulai membahas isu-isu baru seperti e-commerce, UMKM, fasilitasi investasi, dan pemberdayaan wanita dalam kegiatan ekonomi namun bersamaan dengan itu isu-isu Doha juga perlu diselesaikan.
Enggartiasto menambahkan Indonesia bersikap pragmatis. Menurutnya, memang benar bahwa WTO harus tetap relevan terhadap realita di dunia bisnis dengan mulai membahas isu-isu baru, namun, kelemahan-kelemahan perjanjian WTO yang mencetuskan Perundingan Putaran Doha.
"Jika tidak diselesaikan, maka ketimpangan pembangunan atau 'development divide' bukan berkurang, tetapi justru semakin besar," tutup Enggartiasto.
Mendag: negara anggota WTO harus satukan pendapat
Rabu, 21 Maret 2018 16:45 WIB