Pangkalpinang (Antaranews Babel) - Pemerintah diminta untuk mencabut izin kapal isap produksi (KIP) yang tidak berproduksi, agar nelayan tradisional lebih leluasa mengembangkan usaha penangkapannya.
"Saat ini banyak perusahaan tambang bijih timah mengkapling laut, namun tidak ada aktivitas produksi, bahkan tidak ada KIP, namun mereka melakukan ekspor," kata Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Dedy Yulianto di Pangkalpinang, Sabtu.
Ia mengatakan, saat ini tercatat jumlah KIP mitra PT Timah Tbk sebanyak 45 unit, artinya dari sekian luas IUP laut milik swasta bisa dikatakan tidak mempunyai potensi cadangan dan hanya formalitas untuk mendapatkan kuota ekspor.
Dengan adanya pencabutan izin itu, tidak hanya meningkatkan hasil tangkapan nelayan, tetapi juga mempercepat pembangunan pariwisata dan pengesahan Perda Zonasi.
Ia menilai banyaknya izin usaha pertambangan di laut yang diterbitkan hanya sebagai formalitas agar pelaku usaha tambang mendapat kuota ekspor, karena faktanya tidak ada aktivitas pertambangan di lokasi IUP tersebut.
"Kami melihat adanya permainan dalam mendapatkan RKAB oleh instansi terkait yakni Dinas ESDM Babel, karena ada istilah RKAB rekayasa yang mesti ditelusuri terkait asal usulnya," ujarnya.
Oleh karena itu, pemerintah yang terlibat menentukan RZWP3K jangan mudah dibohongi, karena itu merupakan permainan dari pengusaha pertambangan untuk mengkapling laut guna mendapatkan kuota ekspor.
"Kita minta pemprov segera menertibkan semua IUP yang menjadi formalitas itu, sehingga mudah menentukan mana wilayah tangkapan nelayan, wilayah pariwisata dan wilayah pertambangan laut," ujar Dedy Yulianto.
Pemerintah diminta cabut izin KIP yang tidak berproduksi
Sabtu, 20 Oktober 2018 18:35 WIB