Jakarta (ANTARA) - Tari Cokek yang merupakan akulturasi tiga budaya yaitu Cina, Betawi, dan Sunda memiliki makna sebagai upaya untuk menjaga kebersihan hati masyarakat.

"Bahwa dalam kehidupan ini kita harus bisa menjaga kebersihan hati," kata Ketua Indonesia ID, Eva Simanjuntak di pelataran Museum Fatahillah Jakarta, Minggu.

Sekitar 200 penari dari berbagai komunitas dan kalangan melakukan tari cokek di pelataran Museum Fatahillah. Pelaksanaan tari tersebut sekaligus untuk merayakan keberagaman Indonesia.

Baca juga: Di Museum Fatahillah, 200 penari lestarikan Tari Cokek

Ia menjelaskan gerakan tari dengan tangan ke atas merupakan cerminan masyarakat hanya bisa memohon kepada tuhan yang maha kuasa.

Kemudian, lanjut dia, gerakan tangan yang menunjuk mata menjadi simbol bahwa sepatutnya manusia menjaga penglihatan dari hal yang tidak baik.

Gerakan tangan menunjuk kening, memiliki filosofi kita harus selalu berpikiran baik. Salah satu gerakan ciri utama tarian ini adalah maju mundur, memutar, berjinjit menggelengkan kepala serta memainkan kelentikan kedua tangan hingga berputar putar seirama dengan alunan musik gambang kromong.

"Alat musik yang mengiringi yaitu gambang, kromong, suling, gong, gendang, kecrek, sukong dan tehyan atau kongahyan," katanya.

Saat ini, ujar dia, tari cokek tidak banyak lagi dipentaskan di acara budaya maupun kegiatan masyarakat Betawi. Oleh sebab itu, komunitas Indonesia ID mengajak seluruh masyarakat di berbagai daerah untuk terus melestarikan tari cokek.

Ia menambahkan tari cokek awalnya merupakan budaya yang dikenalkan seorang pedagang Tionghoa pada abad ke-19 yang mendapat akulturasi masyarakat setempat.

Baca juga: Dewan Kesenian Jakarta gelar "Telisik Tari"

Baca juga: Tari Cokek bukan erotisme

Baca juga: Budayawan: ada pergeseran makna Tari Cokek Betawi

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019