Padang (ANTARA News) - Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang direncanakan pemerintah akan diumumkan pada akhir Mei 2008 setelah kepastian kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, tidak mendidik masyarakat untuk mandiri. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI) Sumbar, Drs. Dahnil Aswad, Msi, mengatakan, di Padang, Selasa, BLT tidak mendidik masyarakat miskin dan hampir miskin, karena akan cenderung malas dan selalu berharap bantuan dari pemerintah. Sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengatakan, BLT selesai dirumuskan dan siap disalurkan, bersamaan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dijadwalkan diumumkan akhir Mei. Pemerintah berencana memberikan BLT sebesar Rp100.000 per bulan kepada 19,1 juta keluarga miskin begitu harga BBM dinaikkan. Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan komoditas pangan berupa minyak goreng dan gula. Bantuan ini akan berlangsung setidaknya selama satu tahun. Menurut Dahnil, memberikan BLT sebesar Rp100 ribu/bulan untuk 19,1 juta KK miskin di negeri ini, bukan merupakan solusi dalam mengatasi kesulitan ekonomi masyarakat, akibat kenaikan harga BBM. BLT tak kurangi kemiskinan hanya untuk menenangkan masyarakat Sebab, belajar dari pengalaman kenaikan BBM pada 2005, pemberian BLT tidak mengurangi angka kemiskinan, malah penyalurannya cenderung tidak tepat sasaran. Dia menilai, pemberian uang Rp100 ribu/bulan, hanya untuk menenangkan masyarakat dari gejolak kenaikan harga BBM, karena sampai kapan pemerintah sanggup memberi bantuan itu. Seharusnya, kata Dahnil, pemerintah sebelum menaikkan harga BBM memperbanyak membuka kesempatan kerja dan membangun kemandirian masyarakat miskin dengan pemupukan modal usaha. Meringankan APBN semata-mata dengan menaikkan harga BBM? Non sense. Selain itu, pemerintah juga bisa mengefisienkan pembangunan fisik, guna meringankan beban APBN dan tidak semata dengan cara menaikkan harga BBM. Lebih jauh Dahnil mengatakan, selama ini, pemerintah selalu menghimbau masyarakat bisa hidup mandiri dan tidak jadi bangsa pemalas serta mencintai produk dalam negeri. Semestinya, gerakan mencintai produk dalam negeri di mulai dari pejabat pemerintah dan tidak hanya ditujukan pada masyarakat. Misalnya, lanjut Dahnil, kalau pemerintah mencintai produk dalam negeri, jauh hari sebelum rencana menaikan harga BBM sudah dilakukan langkah-langkah pengurangan ekspor minyak mentah, sehingga harga sejumlah kebutuhan dalam negeri bisa terkendali. "Jika harga BBM naik akhir Mei, sejumlah produk dan kebutuhan lainnya akan meroket dan jelas akan memberatkan masyarakat ekonomi menengah ke bawah," kata Dosen Universitas Bung Hatta itu.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008