Itu memang akan menambah biaya (cost) tapi kami melihat gambaran besarnya kegunaan premi itu
Nusa Dua, Bali (ANTARA) - PT Bank Central Asia Tbk dan PT Bank Mandiri Persero Tbk mengaku sama sekali tidak keberatan dengan rencana pemerintah untuk mengenakan premi tambahan demi pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) jika sewaktu-waktu terjadi krisis ekonomi.

Ketentuan premi PRP yang bertarif sebesar 0 persen - 0,007 persen itu sudah dituangkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai peraturan turunan dari dan Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan Nomor 9 Tahun 2016. Kini PP tersebut tinggal menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo.

"Itu memang akan menambah biaya (cost) tapi kami melihat gambaran besarnya kegunaan premi itu," kata Direktur BCA Vera Eve Lim, di Nusa Dua, Bali, Rabu.

Premi tambahan untuk PRP merupakan wewenang yang diberikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sesuai amanat dalam Undang-Undang PPKSK Nomor 9 Tahun 2016. Dalam UU tersebut, LPS diperbolehkan mengenakan premi PRP kepada industri perbankan sebagai dana resolusi untuk menyelamatkan industri perbankan jika terjadi krisis.

Besaran premi PRP itu berkisar nol persen hingga yang maksimal adalah 0,007 persen dari total aset bank. Namun, tidak semua bank wajib membayar premi PRP Itu. Bank yang diharuskan membayar premi PRP itu hanya bank dengan nilai aset di atas Rp1 triliun. Sedangkan, bank yang memiliki aset di bawah Rp1 triliun dikenakan tarif nol persen alias gratis.

Vera mengatakan besaran tarif premi PRP yang maksimal 0,007 persen dari aset tidak akan terlalu memberatkan pihaknya.

"Yang memberatkan itu premi untuk Dana Pihak Ketiga (DPK), sampai 0,2 persen per tahun," ujar Vera.

Setali tiga uang, Direktur Manajemen Resiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin meyakini besaran premi PRP tersebut sudah berdasarkan perhitungan kebutuhan dana resolusi atau penanganan bank jika terdampak krisis.

Namun Siddik mengharapkan seiring berkembangnya organisasi LPS dan juga percepatan perbaikan pertumbuhan ekonomi, maka tarif premi yang dipungut LPS seperti premi penjaminan dapat menurun.

"Jika itu ditetapkan PRP oleh LPS kami pasti bayar. Kalau bisa sih preminya nol persen. Tapi saya yakin LPS dengan tarif sekarang sudah ada hitung-hitungannya. Nanti di kemudian hari ketika pendanaan sudah cukup, ekonomi juga menguat, premi bisa menurun," ujar dia.

Adapun, premi untuk Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) itu diharapkan dapat terkumpul hingga dua persen dari Produk Domestik Bruto yang terbentuk di 2017. Premi PRP tersebut rencananya akan dikenakan kepada industri perbankan untuk jangka waktu pembayaran hingga 30 tahun.

 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019