Jakarta (ANTARA) - Sejumlah badan yang dibentuk oleh asosiasi pengusaha mendorong agar industri pengolahan kelapa dapat dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan, serta mendapatkan insentif yang memadai dari pemerintah.

"Indonesia memiliki kawasan terluas untuk produksi kelapa yaitu 3,8 juta hektare, tetapi di dalam pengolahan yang berkelanjutan, Indonesia masih berada di bawah negara-negara lain," kata Ketua Badan Pengembangan Industri Kelapa (BPIK) Elfi Ramli dalam diskusi tentang pengembangan industri kelapa di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, pihaknya berencana untuk mengembangkan pengolahan komoditas kelapa secara berkelanjutan itu, bukan hanya merekrut dari sisi pengusaha tetapi industrinya tetapi juga dari pihak masyarakatnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Himpunan Masyarakat Kelapa Online Terpadu (Himkoti) Iwan Priyadi menyatakan, Himkoti perlu memanfaatkan konsep Industri 4.0 yang selama ini telah didengung-dengungkan pemerintah.

Ia juga menyoroti bahwa seharusnya pabrik kelapa dibuat secara terpadu dalam satu kawasan sehingga ke depannya juga diharapkan dapat muncul semacam suatu holding perusahaan terkait produk kelapa dan turunannya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih di Jakarta, Jumat (1/2) mengingatkan pentingnya pelaksanaan program kelapa terpadu seperti di Gorontalo.

"Hilirisasi produk perkebunan perlu terus dikembangkan, mengingat potensi bahan baku yang berlimpah," ujar Gati Wibawaningsih.

Menurut Gati, kebijakan hilirisasi industri dinilai dapat memperkuat daya saing dan struktur industri nasional sekaligus menumbuhkan populasi industri.

Selain itu, ujar dia, hal itu juga dinilai mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja yang signifikan bagi penduduk setempat. "Hal ini akan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan akhirnya mendorong perekonomian daerah," ucapnya.

Gati menyampaikan, program pengembangan yang sudah dilakukan sebelumnya cukup berhasil membuat para pelaku industri kecil dan menengah (IKM) di Gorontalo mampu menjadikan produk kelapa sebagai komoditas ekspor. Contohnya, Tilong Kabila Nusantara yang merupakan usaha rumahan dengan melibatkan masyarakat dalam mengolah kelapa segar menjadi produk siap minum.

"Produk kelapa segar siap minum yang dihasilkan itu melalui proses pengolahan dan pengemasan yang tepat, sehingga mampu diekspor ke Australia yang terbilang sebagai salah satu negara yang ketat dalam menerima produk pangan," katanya.

Selanjutnya, Dirjen IKMA menegaskan, pihaknya telah menyiapkan pelaksanaan kegiatan pada tahun 2019 dalam upaya penumbuhan industri pengolahan kelapa di beberapa wilayah penghasil kelapa. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk pelatihan serta fasilitasi mesin dan peralatan.

"Jadi, nanti ada bimbingan teknis atau pelatihan produksi mengenai pengolahan minyak kelapa, pengolahan tepung kelapa, pengolahan arang aktif, dan pengolahan sabut kelapa," sebutnya dan menambahkan, penguatan IKM dalam rangka mendukung teknologi tepat guna bagi pengolahan kelapa sehingga produk yang dihasilkan mampu kompetitif di pasar domestik dan ekspor.

Berdasarkan data Asian and Pasific Coconut Community pada 2018, nilai ekspor buah kelapa Indonesia mencapai 1,65 triliun dolar AS, sedangkan total pendapatan ekspor dari buah kelapa dan turunannya sebesar 175,98 triliun dolar dengan beberapa produk unggulan antara lain minyak kelapa, tepung kelapa, produk serat, karbon aktif, serta santan.


Baca juga: Kementan lepas ekspor produk kelapa ke mancanegara
Baca juga: Produk olahan kelapa ini mampu tembus pasar Eropa dan Amerika
Baca juga: Sulut ekspor tepung kelapa ke Irak

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019