Semarang (ANTARA News) - DPRD Provinsi Jawa tengah menolak program bantuan langsung tunai (BLT) sebagai kompensasi kepada masyarakat miskin terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Ketua DPRD Jawa Tengah Murdoko, di Semarang, Kamis, menyatakan alasan penolakan BLT, antara lain kurang tepat sasaran dan tak merata pembagiannya sehingga bisa menimbulkan kecemburuan atau tindakan anarkis di masyarakat. "BLT dinilai juga tak mendidik karena memberikan uang kepada masyarakat secara langsung. Uang itu akan habis sesaat," katanya. BLT senilai Rp14,1 T akan mubazir dalam sekejap, seperti dulu Anggaran BLT senilai Rp14,1 trilun, katanya dia, sebaiknya diganti dengan program lain yang lebih mendidik masyarakat dan berkesinambungan, misalnya melakukan penanaman pohon, bantuan kepada nelayan, petani, pelatihan, dan modal kerja. Dana BLT juga tak harus diberikan secara langsung kepada masyarakat, tetapi melalui pemerintah desa guna membiayai program kerja untuk pemberdayaan masyarakat. "Ibaratnya kita tidak memberikan ikan tetapi memberikan kail agar masyarakat bisa mandiri melalui program BLT. Ini akan lebih bermanfaat daripada diberikan langsung kepada masyarakat kumungkinan dipakai untuk berfoya-foya," katanya. Murdoko menegaskan DPRD Jateng menolak rencana kenaikan harga BBM yang diumumkan pada akhir bulan Mei 2008 karena akan memberatkan masyarakat. "Kita sudah meminta kepada Gubernur Jateng Ali Mufiz menyampaikan penolakan BBM kepada pemerintah karena sebagian besar masyarakat Jateng menolak," katanya. Jurang kaya miskin tetap abadi dengan kenaikan harga BBM Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menyatakan harga BBM wajib dinaikkan, kalau tidak dinaikkan akan berdosa kepada anak-cucu. Menurut dia sudah saatnya BBM dihargai dengan harga sewajarnya karena kalau terus disubsidi oleh pemerintah sangat merugikan keuangan negara yang seharusnya bisa dialihkan untuk pembangunan bagi kepentingan masyarakat. "Saat ini saja subsidi untuk BBM mencapai Rp187,7 triliun atau sekitar 45 persen dari total APBN. Tak ada hasilnya menguap menjadi asap serta racun. Bukankah ini sia-sia," katanya pada bincang bisnis "Resersi Global Ancaman Nyata atau Tidak". Padahal yang menikmati subsidi BBM itu, katanya, kebanyakan adalah orang kaya, sedangkan rakyat miskin hanya sebagian saja. "Jadi saya mengimbau para demonstran yang menolak kenaikan harga BBM untuk sadar. Demo itu sebenarnya untuk kepentingan mereka sendiri bukan rakyat banyak," katanya.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008