Jakarta (ANTARA) - Pengamat militer, Susaningtyas Kertopati menyebutkan prajurit TNI harus unggul dan memiliki kualitas pendidikan yang baik di era revolusi industri 4.0.

"Kualitas prajurit TNI harus unggul dibandingkan dengan prajurit negara-negara lain. Kualitas prajurit harus ditingkatkan sejalan dengan era Revolusi Industri 4.0," kata Susaningtyas, di Jakarta, Senin.

Baca juga: Pengamat: Komando Teritorial TNI sudah tidak relevan di era demokrasi

Susaningtyas mengatakan hal itu menanggapi Peringatan HUT ke-74 TNI yang digelar di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (5/10).

Menurut Nuning, sapaan Susaningtyas, peringatan HUT TNI tahun 2019 sangat bermakna untuk mendukung program pemerintah ke depan. SDM unggul Indonesia maju harus dijabarkan internal Mabes TNI dan Mabes Angkatan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas prajurit TNI sebagai SDM yang unggul.

Ia menjelaskan, proses pendidikan dan latihan di lingkungan TNI harus memanfaatkan teknologi informasi dan digitalisasi agar diperoleh keuntungan organisasi pendidikan berupa efisiensi.

Keuntungan lain adalah pengajaran kepada peserta didik atas pemanfaatan teknologi informasi dan digitalisasi dalam penugasan selanjutnya di Kotama Operasional dan/atau Kotama Pembinaan.

"Kualitas prajurit TNI juga harus ditingkatkan untuk mengawaki teknologi militer terkini. Seperti pemanfaatan Unmanned System, baik berupa robot maupun artificial intelligent, dan cyber defense," tuturnya.

Para prajurit TNI harus mampu berinteraksi dengan sesama prajurit yang asalnya 100 persen manusia, 50 persen robot, dan bahkan yang berasal 100 persen robot.

Oleh karena itu, sangat penting bagi TNI untuk merekrut para pemuda dan pemudi yang memiliki intelegensi tinggi.

Baca juga: HUT TNI, Gatot ajak prajurit introspeksi dan evaluasi diri

Kualitas prajurit TNI berikutnya yang harus ditingkatkan adalah kemampuan akademik, baik di bidang metodologi cara berpikir maupun di bidang komunikasi.

"Kualitas metodologi cara berpikir secara ilmiah sangat dibutuhkan para prajurit TNI untuk senantiasa menggunakan perspektif yang ilmiah di dalam menyelenggarakan operasi militer," kata Nuning.

Sedangkan kualitas di bidang komunikasi sangat ditentukan kemampuan menggunakan bahasa-bahasa internasional. Sangat penting bagi prajurit TNI pada level tamtama dan bintara untuk mahir berbahasa Inggris. Kemudian para perwira pertama harus mampu berbahasa Inggris dan satu lagi bahasa internasional, apakah bahasa Perancis, bahasa Mandarin, bahasa Spanyol, dan lain-lain. Sedangkan para perwira menengah harus mampu berbahasa Inggris dan dua bahasa internasional lainnya.

"Kuncinya hanya satu dalam menyiapkan keunggulan SDM prajurit TNI yakni semua lembaga pendidikan TNI mencapai akreditasi nasional dan akreditasi internasional," ujarnya.

Nuning juga menyoroti tentang keberadaan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) yang baru dibentuk oleh Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.

Menurut dia, Kogabwilhan merupakan salah satu sub organisasi TNI yang diaktifkan kembali dengan pertimbangan pencapaian tugas pokok TNI (reaktivasi).

Ia menyebutkan awalnya Kogabwilhan dibentuk sesuai strategi pertahanan semesta berdasarkan pembagian kompartemen strategis dalam mengimplementasikan strategi itu sendiri. Namun, seiring dengan perjalanan waktu, maka dinamika politik melikuidasi Kogabwilhan dan bahkan mengkonsentrasikan gelar kekuatan TNI di Pulau Jawa (Java centris).

Dengan mencermati perkembangan lingkungan, baik regional maupun global, maka kebutuhan kekuatan TNI harus digelar secara proporsional sesuai dengan eskalasi ancaman. Bahkan, kebutuhan gelar kekuatan TNI juga ditujukan untuk mengantisipasi bencana alam di berbagai daerah, sehingga dibutuhkan reaksi kecepatan TNI yang harus hadir minimal empat jam setelah terjadi bencana.

“Tentu saja output dan outcome Kogabwilhan sudah diperhitungkan melalui berbagai macam simulasi untuk melaksanakan berbagai macam operasi militer perang (OMP) dan operasi militer selain peang (OMSP), termasuk di dalamnya adalah simulasi penganggaran agar pembentukan dan operasionalisasi Kogabwilhan tidak menjadi beban keuangan negara. Beberapa perspektif dan teori keamanan nasional telah dikaji untuk menilai berbagai kriteria dan parameter efektifitas Kogabwilhan," paparnya.

Ia pun meyakini bahwa TNI telah melakukan kajian yang mendalam untuk meningkatkan interoperability ketiga matra TNI ke dalam Kogabwilhan.

"Luasnya wilayah Indonesia menjadi dasar pembentukan tiga Kogabwilhan agar rasio efektifitas dan efisiensi benar-benar mampu menjawab kebutuhan di lapangan," tuturnya.

Baca juga: Sebanyak 6.806 prajurit ikuti parade upacara HUT Ke-74 TNI

Baca juga: TNI harus siap hadapi tantangan dalam kemajuan teknologi

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019