Dari berbagai temuan seperti gerabah, perhiasan, perahu, patut diduga wilayah itu merupakan pemukiman lama dengan rentang waktu pra-Sriwijaya, masa Sriwijaya dan pasca-Sriwijaya.
Palembang (ANTARA) - Balai Arkeologi Sumatera Selatan akan meninjau lokasi penemuan berbagai benda cagar budaya di Wilayah pantai timur Kabupaten Ogan Komering Ilir untuk mengambil langkah terkait fenomena harta karun Sriwijaya setelah karhutla.

Kepala Balai Arkeologi Sumsel, Budi Wiyana, Senin, mengatakan proses peninjauan akan dilakukan bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi, Polda Sumsel dan Pemkab OKI.

"Hari ini kami akan berangkat ke lokasi, salah satu misi kami yakni mensosialisasikan kepada para pemburu agar mau melaporkan temuannya kepada balai arkeologi," ujar Budi Wiyana.

Menurut dia, pihak-pihak terkait, terutama Pemprov Sumsel harus mengambil langkah tegas agar pemburuan harta karun dapat dihentikan, sebab lokasi tersebut masih wilayah penelitian balai Arkeologi Sumsel.

Ia khawatir semakin banyak benda cagar budaya yang ditemukan di Cengal dan Tulung Selapan OKI akan menghilangkan alur sejarah terutama di kawasan yang sudah diteliti.

Baca juga: Pemkab OKI minta warga hentikan pengalian benda cagar budaya

Baca juga: Kisah penyelam Sungai Musi, pemburu harta karun Sriwijaya


Sebelumnya fenomena perburuan harta karun juga pernah terjadi di wilayah yang sama pada 2015, satu tahun setelahnya Balai Arkeologi Sumsel meneliti wilayah tersebut dan berhasil menemukan data-data penting terkait kehidupan masa pra-Sriwijaya.

"Dari berbagai temuan seperti gerabah, perhiasan, perahu, patut diduga wilayah itu merupakan pemukiman lama dengan rentang waktu pra-Sriwijaya, masa Sriwijaya dan pasca-Sriwijaya," kata Budi.

Ia menghimbau masyarakat agar tidak lagi mencari barang cagar budaya di wilayah itu karena bisa berpotensi pidana menurut pasal 103 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya.

Pasal tersebut berbunyi setiap orang tanpa izin pemerintah daerah melakukan pencarian cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (4) dipidana paling singkat 3 bulan dan paling lama 10 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp1 Milyar.

"Maka dari itu, bagi yang sudah menemukan barang bersejarah agar dapat melaporkan ke balai arkeologi untuk didata, sesudahnya boleh dimiliki secara pribadi dengan aturan-aturan yang ada," demikian Budi.*

Baca juga: Pemburu benda zaman Sriwijaya mulai gunakan metal detektor

Pewarta: Aziz Munajar
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019