Jakarta (ANTARA) - Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) mendukung "Pergelaran Pecinan Batavia 2019" dan menilai kegiatan ini sebagai bentuk sinergitas serta kolaborasi masyarakat Betawi dengan etnis Tionghoa.

"Kami melihat inti dari kegiatan ini adalah sinergitas, kami bahagia terjadi kerja sama antara kami Betawi dengan saudara-saudara kami etnis Tionghoa," kata Sekretaris Jenderal Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Imbong Hasbullah di Jakarta, Jumat.

"Pergelaran Pecinan Batavia 2019" yang digelar Sabtu (16/11) di Taman Fatahillah, kawasan Kota Tua, Jakarta Pusat, pukul 18.30-21.30 WIB, menampilkan pertujukan seni dan budaya kolaborasi antara Betawi dengan Tionghoa.

Selain itu juga menampilkan drama kolosal berlatar belakang cerita kelam tahun 1740 yang disutradarai oleh seniman Betawi Atien Kisam.

Imbong mengatakan, persatuan tidak terlepas dari masyarakat Betawi karena berbicara Betawi berarti membicarakan tentang persatuan, sesuai dengan jiwanya orang Betawi, yakni persatuan dan Nusantara.

Dia mengatakan, semua budaya di nusantara ada di Batavia yang kini disebut Jakarta. Usia Jakarta sudah mencapai 400 tahun sudah berpikir internasional.

Baca juga: LKB-Universitas Pancasila tanda tangani nota kesepahaman
Baca juga: LKB luncurkan aplikasi Betawi Akses
Sekretaris Jenderal Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) Imbong Hasbullah. (ANTARA/Laily Rahmawaty)
Bahkan di era tahun 1.500-an sudah banyak orang asing yang berinteraksi dengan penduduk Batavia.

Menurut Imbong, budaya Tionghoa melekat dalam budaya Betawi. Banyak tradisi Tionghoa yang berakulturasi dengan Betawi, mulai dari makanan, pakaian, seni budaya seperti Gambang Kromo.

"Setengahnya Betawi adalah Tionghoa. Ini sering disampaikan dalam setiap undang-undang di sekolah.

"Kalau kita liat baju penganten Betawi perempuan itu bajunya identing dengan budaya Tionghoa dan laki-lakinya identik dengan budaya Arab," kata Imbong.

Imbong mengatakan, "Pergelaran Pecinan Batavia 2019" sebagai bentuk kejujuran masyarakat Betawi yang bersama-sama hidup saling bergandengan dengan etnis lainnya termasuk Tionghoa.

"Kami tidak masuk di ranah politik, kami hanya ingin berbicara jujur, kami adalah kumpulan kaum yang tinggal lama di Batavia yang hidup bersama-sama dan saling bergandengan, itu poin utama dari kegiatan ini," katanya.

Baca juga: LKB berencana mendirikan pusat pelatihan songket Betawi
Baca juga: Sandiaga dukung LKB populerkan batik Betawi
Penjaja dodol Betawi tengah memperagakan cara membuat dodol asli Betawi (Foto ANTARA/Agus Saeful Imam)
Imbong melihat ada semangat perdamaian dalam "Pergelaran Pecinan Batavia 2019" yang digelar oleh Disparbud DKI Jakarta, yakni semangat perdamaian dalam membangun sebuah kota.

Ia pun berharap Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bisa membuat kegiatan serupa dengan budaya berbeda seperti misalnya mengangkat budaya Arab, Portugis, Bali maupun Melayu dan Jawa yang ada di Batavia.

Pagelaran ini juga untuk menyuarakan tentang bangga menjadi orang Betawi yang sudah berfikir 'go internasional'.

Setiap orang bisa menjadi bagian dari Betawi jika memiliki nilai-nilai kebetawian yakni egaliter, toleransi, patuh pada orang tua, dan tidak sombong.

"Orang Betawi punya jurus 'lo jual gua beli' sesungguhnya itu jurusnya Tionghoa," kata Imbong.

Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Asiantoro menambahkan, "Pergelaran Pecinan Batavia 2019" selain sebagai upaya pelestarian budaya, juga sarana edukasi masyarakat tentang keberagaman dan kebersamaan di Jakarta.
 

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019