Masalah adaptasi bencana berarti membicarakan berbagai hal penting, terutama langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi korban jiwa dan material
Ambon (ANTARA) - Sudah saatnya perencanaan pembangunan dan tata ruang di Maluku mengarah pada upaya mitigasi dan adaptasi penanggulangan bencana alam, kata Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia Bernadus Jhonoputra.

"Berkaca dari berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini, termasuk gempa yang mengguncang Maluku pada 26 September, maka sudah saatnya perencanaan pembangunan dan tata ruang mengarah pada upaya mitigasi dan adaptasi bencana," katanya di Ambon, Sabtu.

Ia mengatakan hal itu saat menjadi pembicara utama pada dialok publik "Mitigasi bencana berbasis penataan ruang dan pembangunan berkelanjutan" yang digelar IAP Provinsi Maluku.

Ia mengemukakan kebencanaan sebagai suatu keniscayaan karena letak Indonesia yang berada di wilayah "Ring of Fire" atau cincin api, serta rawan terjadi letusan gunung berapi, gempa besar, serta tsunami.

Cincin api adalah zona di mana terdapat banyak aktivitas seismik yang terdiri atas busur vulkanik dan parit-parit (palung) di dasar laut.

Baca juga: 28 rumah warga Batang Dua di Ternate rusak akibat gempa

Pada zona cincin api banyak terjadi gempa dan letusan gunung berapi. Sekitar 90 persen dari gempa bumi yang terjadi dan 81 persen dari gempa bumi terbesar di dunia, terjadi di sepanjang zona cincin api.

"Indonesia juga merupakan negara yang memiliki titik gempa terbanyak di dunia (29 titik) dan merupakan negara rawan gempa terbesar di dunia dan rawan menimbulkan gelombang tsunami," katanya.

Menurut dia, adaptasi terhadap bencana kunci penting membangun ketangguhan masyarakat di tanah air, termasuk di Maluku pascagempa magnitudo 6,5 yang mengguncang tiga wilayah, yakni Kota Ambon, Maluku Tengah, dan Seram Bagian Barat pada 26 September 2019.

"Masalah adaptasi bencana berarti membicarakan berbagai hal penting, terutama langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi korban jiwa dan material saat terjadi bencana," katanya.

Dia mengapresiasi dialog publik sebagai salah satu langkah strategis, termasuk standar keselamatan, di mana adaptasi terhadap bencana harus menjadi bagian dari tugas pokok dan fungsi demokratik perencanaan.

Hal penting lain, kata dia, upaya mitigasi berkaitan dengan gaya hidup masyarakat agar lebih adaktif terhadap bencana, termasuk perubahan iklim yang saat ini menjadi perhatian negara-negara di dunia.

Baca juga: Maluku hadapi 150 kali gempa susulan
Baca juga: Kekuatan gempa Maluku setara 30-40 kali bom atom Hiroshima
Baca juga: Pekan superaktif Cincin Api Pasifik: gunung meletus sampai gempa

Pewarta: Jimmy Ayal
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2019