Kami minta institusi hukum untuk menghentikan hukuman kebiri dan pengadilan yang memberi hukuman dengan merusak kondisi fisik itu dalam konteks HAM dilarang, termasuk hukuman kebiri baik permanen maupun tidak permanen
Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) M. Choirul Anam mengecam hukuman kebiri kimia terhadap terpidana kasus pencabulan belasan anak di Surabaya, Rahmat Slamet Santoso.

"Kami minta institusi hukum untuk menghentikan hukuman kebiri dan pengadilan yang memberi hukuman dengan merusak kondisi fisik itu dalam konteks HAM dilarang, termasuk hukuman kebiri baik permanen maupun tidak permanen," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis.

Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan putusan pidana penjara selama 12 tahun, denda Rp100 juta subsider 3 bulan penjara dan ditambah dengan tindakan kebiri kimia selama 3 tahun terhadap terdakwa Rahmat Slamet Santoso, setelah dinyatakan bersalah telah mencabuli sebanyak 15 anak didiknya semasa menjadi pembina pramuka sejak tahun 2015.

Baca juga: Pengadilan Surabaya jatuhkan hukuman kebiri pada oknum pembina Pramuka

"Hukuman fisik atau badan itu melanggar konvensi anti-penyiksaan dan Indonesia merupakan salah satu negara yang sudah meratifikasi itu, serta melanggar reformasi hukum di Indonesia," tuturnya.

Ia mengimbau semua pihak berkomitmen menghindari hukuman fisik ini, mulai polisi, jaksa tidak menuntut hukuman kebiri, dan hakim juga tidak memutuskan hukuman kebiri tersebut.

"Siapa pun pasti mengecam sekeras-kerasnya pelaku kejahatan seksual, apalagi korbannya anak-anak, namun kami berharap hukumannya tidak sebiadab itu (kebiri)," ucapnya menegaskan.

Anam menjelaskan penolakan terhadap hukuman kebiri ini bukan berarti Komnas HAM mengabaikan kasus pencabulan anak di bawah umur dan pihaknya tetap mengecam tindakan tersebut, namun hukuman kebiri kimia seharusnya tidak diterima pelaku karena hal tersebut melanggar HAM.

Baca juga: Pakar : Hukuman kebiri untuk predator anak belum setimpal

"Kami berharap adanya peninjauan ulang terhadap hukum kebiri itu dan dalam konteks HAM, hukuman kebiri itu bagian dari pelanggaran HAM, sehingga jangan dilaksanakan," ujarnya.

Ia berharap jaksa penuntut umum (JPU) melakukan upaya banding atas putusan majelis hakim PN Surabaya terhadap terpidana kasus pencabulan anak tersebut, agar pengadilan tinggi bisa meninjau kembali putusan majelis hakim di PN Surabaya.

"Saya sangat setuju pelaku kejahatan seksual dihukum seberat-beratnya, misalnya, hukuman seumur hidup, namun jangan memberikan hukuman yang menyebababkan cacat fisik permanen atau semi permanen," katanya.

Berdasarkan catatan Komnas HAM, lanjut dia, ada dua kasus hukuman kebiri kimia yang diberikan kepada pelaku kejahatan seksual di Indonesia yakni Muh Aris bin Syukur yang menjadi terpidana kasus pemerkosaan sembilan anak di Mojokerto, dan Rahmat Slamet Santoso yang menjadi terpidana dalam kasus pencabulan 15 anak di Surabaya.

Baca juga: DPR nilai predator seks telah mencabut HAM anak

Baca juga: Kebiri kimia akan beri efek jera bagi predator anak

Baca juga: Menteri PPPA tegaskan hukuman kebiri sudah final dan mengikat

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019