selama ini pengelolaan dana pungutan sawit hanya berbentuk deposito yang disimpan di tiga bank pemerintah (Himbara), yakni BRI, BNI, dan Bank Mandiri.
Jakarta (ANTARA) - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan mengalokasikan dana pungutan ekspor kelapa sawit sebesar Rp2 triliun untuk dikelola ke dalam surat utang negara (SUN) pada 2020

Direktur Utama BPDPKS Dono Boestami mengatakan selama ini pengelolaan dana pungutan sawit hanya berbentuk deposito yang disimpan di tiga bank pemerintah (Himbara), yakni BRI, BNI, dan Bank Mandiri.

"Dalam rangka meningkatkan hasil pengelolaan dana, kami akan masuk ke Surat Utang Negara. Kami terus berkomunikasi dengan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan," kata Dono dalam konferensi pers Kinerja Akhir Tahun BPDPKS di Jakarta, Kamis.

Dono menjelaskan alokasi dana pungutan sawit sebagai "endowment fund" atau dana abadi ini merupakan upaya BPDPKS mengelola dana yang berkelanjutan untuk mendukung program pemerintah dalam memajukan industri sawit nasional.

Baca juga: BPDPKS salurkan Rp33,6 triliun untuk biodiesel dan peremajaan sawit

Alokasi dana pungutan sawit sebesar Rp2 triliun ini sebelumnya telah diusulkan oleh Komite Pengarah yang diketuai Menko Bidang Perekonomian sejak 2017.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana Kabul Wijayanto menjelaskan untuk melakukan investasi ke dalam SUN, harus ada regulasi yang dipenuhi oleh BPDPKS sebagai Badan Layanan Umum.

"Kami selaku BLU harus ada syarat-syarat memiliki perangkat, misalnya terkait komite investasi harus ada secara struktur, lalu 'business process; ada standar obligating procedure harus ada. Tata kelola investasi utama yang harus siap," kata Kabul.

Kabul menambahkan bahwa investasi dana pungutan ini tidak hanya berhenti pada SUN saja, namun tidak menutup kemungkinan ke dalam bentuk saham blue chip.

Baca juga: Panggil BPDPKS, DPR pertanyakan penyaluran dana pungutan kelapa sawit

BPDPKS menargetkan hasil pengelolaan dana yang diterima bisa lebih tinggi dari investasi tradisional dalam bentuk deposito yakni sebesar Rp1,3 triliun.

"Kami berharap bisa meningkat 1 persen daripada return yang diterima dari deposito. Deposito kan Rp1,3 triliun, jadi kita harus lebih tinggi dari deposito jangka panjangnya. Kalau sama saja, buat apa kita pindah," kata Kabul.
 

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019