Jakarta (ANTARA) - Sebagian besar pengusaha usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia pada dasarnya memiliki etos kerja yang tinggi dan peluang besar untuk mengembangkan usahanya, bahkan tak sedikit yang berhasil menembus pasar di luar negeri.

Secara empirik para pengusaha kecil dan menengah ini terbukti lebih mampu bertahan ketika krisis ekonomi melanda Indonesia.

Untuk menembus pasar luar negeri sejumlah pengusaha kecil dan menengah dengan bantuan pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memperbaiki diri agar memenuhi ketentuan dan persyaratan negara-negara pengimpor.

CV Artha Cipta Sarana dari Bandung, misalnya, mampu mengekspor teh ke Afghanistan yang masih dilanda perang saudara. “Kami telah mengekspor teh dari Indonesia beberapa kali ke Afghanistan. Orang-orang disana suka minum teh,” kata Muhammad Usman, yang bekerja di perusahaan tersebut.

Usman dan dua pengusaha Indonesia bertemu Duta Besar Sudan untuk Indonesia, Elsiddieg Abdulaziz Abdalla, untuk menjajaki ekspor produk-produk Indonesia ke Sudan.

Menurut Usman, para pengusaha kecil dan menengah perlu mengikuti pameran-pameran untuk mempromosikan produk-produknya ke luar negeri, namun mereka juga dapat memulainya dari dalam negeri.

Contohnya, pameran bertajuk "Gelar Multi Produk Asli Indonesia++", yang dihelat di Plasa Industri, Kementerian Perindustrian Jakarta pada 17-20 Desember 2019, menunjukkan fakta menarik tentang semakin beragamnya pelaku usaha UKM.

Usman menyebutkan bahwa dari 55 stand di lantai 1 Gedung Kementerian itu, 10 persen di antaranya diisi usaha para mahasiswa, 20 persen usaha bapak-bapak, 10 persen stand sponsorship, dan sebagian besar sisanya merupakan usaha yang dimiliki dan dijalankan oleh ibu-ibu.

Paparan itu menunjukkan bahwa mayoritas pelaku usaha kecil dan menengah adalah kalangan ibu, meskipun beberapa usaha secara legal dimiliki bersama dengan keluarga atau suami.

Dalam pameran produk asli Indonesia itu, terdapat batu mutiara asli Indonesia, kerajinan dekor 3D, makanan kalengan, minuman kemasan bubuk maupun cair, kerajinan batik, pakaian jadi, produk pembersih, makanan beku, instalasi seni, dan kosmetik.

Ketua Umum Indonesia Small Medium Enterprises Association (ISMEA), Endang Rudiatin selaku penyelenggara mengatakan bahwa ISMEA memang memiliki banyak anggota dari kalangan ibu-ibu.

“Sebagian di antaranya menjalankan usaha bersama dengan suami, sebagian tidak. Hal itu kemungkinan disebabkan pada saat memulai usaha, para suami masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Setelah usaha berkembang, barulah mereka bergabung,” kata Endang.

"Namun para ibu itu sudah telanjur lebih menguasai medan bisnis sehingga kepemimpinannya dilanjutkan. Bila menilik data ISMEA selama tiga tahun belakangan, keberadaan mereka (para ibu) tetap eksis," lanjutnya.

Sementara itu, ISMEA yang didirikan pada 2016 memiliki anggota yang terus bertambah dan kini hampir mencapai 300 pelaku usaha.

Sebagian dari anggota lama asosiasi UKM itu kini telah "naik kelas" dan mendapatkan sertifikat-sertifikat, seperti IUMK, HKI dan halal MUI, untuk produk-produknya. Selain itu, kualitas kemasan UKM-UKM tersebut juga meningkat dengan bahan yang ramah lingkungan dan desain yang jauh lebih menarik.

Baca juga: Menkop dan UKM berharap UMKM naik kelas miliki produk berkelas

Ira Damayanti, kurator untuk produk IKM ekspor, juga sependapat bahwa produk dari para anggota ISMEA sekarang sudah layak menjadi produk ekspor.

CV Saripati Laer, yang berdiri sejak 2016 dan memproduksi bubuk minuman cepat saji dari bahan-bahan tradisional, termasuk di antara pelaku usaha yang menyiapkan diri untuk mengekspor produk-produknya.

“Kami pernah ikut pameran di Kuala Lumpur dan sejauh ini produk-produknya dibawa ke luar negeri oleh orang-orang Indonesia yang pergi ke Timur Tengah atau Australia,” kata Sri Titin Supadmi, pemilik perusahaan yang meraih Paramakarya Award 2019 atas usahanya dalam meningkatkan produktivitas.

Pemerintah memberikan Paramakarya Award sebagai wujud kepedulian untuk memotivasi dunia usaha agar terus berupaya menerapkan prinsip-prinsip efektivitas, efisiensi, kualitas dan ramah lingkungan dalam melakukan usaha sehingga tetap dan semakin produktif.

Mahasiswa berwirausaha
Hal menarik lainnya dari pameran tersebut adalah keikutsertaan para pelaku usaha dari kalangan mahasiswa.

Sandiaga Uno ketika berbicara di pameran itu sempat memanggil sejumlah mahasiswa naik ke panggung untuk berdialog langsung.

Para mahasiswa pelaku UKM yang berpartisipasi dalam pameran itu mempromosikan produknya, antara lain jilbab, makanan beku, minuman khas daerah, produk perawatan kulit dan tubuh, dan makanan siap saji.

Sebagian mahasiswa yang hadir dalam diskusi itu juga merupakan reseller dari berbagai produk melalui platform online.

Baca juga: Menkop UKM nilai UMKM Go digital merupakan keniscayaan

Pada kesempatan itu, Sandiaga Uno menekankan agar para millennial mencintai produk asli Indonesia dengan memulai dari diri sendiri yakni dengan membeli dan menjual produk-produk dalam negeri.

Kalangan muda itu berbisnis dengan langsung menggunakan teknologi sejak awal. Mereka menawarkan produk maupun jasanya melalui media sosial. Tak heran pada saat dihadirkan narasumber dari praktisi pemasaran maupun perwakilan dari marketplace, para mahasiswa pelaku UKM itu dapat langsung menyesuaikan diri.

Strategi ISMEA merangkul mahasiswa merupakan terobosan yang bagus karena iklim bisnis saat ini sangat cocok bagi kalangan muda yang menguasai teknologi komunikasi. 

Johanes Ariffin Wijaya, praktisi bisnis online yang hadir sebagai narasumber berpesan kepada para pelaku muda UKM itu agar konsisten dalam berusaha, baik dalam waktu maupun produk, dan tidak mudah menyerah.

"Karena produk di-upload di platform tidak akan laku apabila tidak dirawat, dipromosikan, dan dirawat dengan baik," ujar Johanes.

Untuk memfasilitasi para anggotanya, Endang mengatakan ISMEA sedang berupaya melakukan kerja sama dengan beberapa pihak lain. Produk anggotanya yang beragam nantinya akan "dipayungi" dalam suatu grup sehingga dapat melakukan promosi bersama.

Selain itu, mereka juga tergabung dalam koperasi ISMEA Sukses Makmur. Koperasi tersebut dapat membantu anggota yang belum memiliki legalitas usaha, sekaligus menjalin kerja sama dengan pihak lain secara setara.

Kolaborasi merupakan salah satu ciri era Industri 4.0 dan ISMEA telah memulai proses itu.

Pada awal pendiriannya, ISMEA memang terdiri dari para ibu-ibu pelaku usaha dengan cara konvensional, namun ISMEA cepat beradaptasi dengan perkembangan teknologi sehingga kini banyak dari anggotanya telah memiliki pasar online, baik melalui media sosial maupun web.

Selanjutnya, dengan bergabungnya kalangan mahasiswa, Endang meyakini ISMEA akan lebih cepat menembus pasar dan menjadi kekuatan baru bagi para produsen kecil menengah.

“Itulah sebabnya pameran ini menggunakan simbol ++ (plus plus) karena bergabungnya kalangan muda dan mahasiswa,” Ucap Endang.

Baca juga: Menkop UKM akan bentuk kantor bersama untuk dukung ekspor UMKM

Baca juga: Menkop UKM akan fokuskan UMKM ke sektor produksi pada 2020


Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2019