Kita tidak bangga dengan penanganan masalahnya, tetapi kita akan bangga kalau masalahnya berkurang. Tetapi fakta bahwa masalah itu ada akan kita tangani dan kita maksimalkan untuk penyelesaian
Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyatakan telah menyelesaikan sebanyak 3.380 kasus yang dialami pekerja migran Indonesia (PMI) saat bekerja di luar negeri selama 2019.

"Kita tidak bangga dengan penanganan masalahnya, tetapi kita akan bangga kalau masalahnya berkurang. Tetapi fakta bahwa masalah itu ada akan kita tangani dan kita maksimalkan untuk penyelesaian, baik ditangani langsung oleh BNP2TKI ataupun bekerja sama dengan instansi-instansi terkait," kata Plt. Kepala BNP2TKI Tatang Budie Utama Razak dalam konferensi pers Capaian BNP2TKI Tahun 2019 dan Rencana Program Tahun 2020 di Kantor BNP2TKI Jakarta, Senin.

Ia mengatakan bahwa BNP2TKI telah berhasil memfasilitasi sebanyak 8.072 kepulangan pekerja migran Indonesia hingga ke daerah asal mereka. Dan selama 2019, kasus yang berhasil diselesaikan sebanyak 3.380 atau 66,2 persen dari total 5.108 kasus yang dialami pekerja migran Indonesia di luar negeri.

Kemudian, sebanyak 1.728 atau 33,8 persen kasus saat ini dalam proses penyelesaian.

Adapun 10 negara penempatan dengan pengaduan terbanyak adalah Malaysia, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Taiwan, Yordania, Hong Kong, Singapura, Qatar dan Peru.

Ia menjelaskan kasus-kasus yang dihadapi PMI selama bekerja di luar negeri di antaranya berasal dari pengaduan seperti masalah overstay, gaji tidak dibayar, sakit, PMI yang ingin dipulangkan, meninggal, pemutusan hubungan kerja dan biaya penempatan yang melebihi struktur biaya.

Kemudian, isu "overcharging", perjanjian yang tidak sesuai Perjanjian Kerja, putus komunikasi dan penahanan dokumen juga masih banyak diadukan oleh para pekerja migran tersebut.

Sementara itu, selain capaian yang ditorehkan dalam penyelesaian kasus pekerja migran, BNP2TKI juga mencatat bahwa mereka telah merealisasi 188.535 Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) kepada PMI sepanjang 2019, melebihi 170.500 pembekalan yang ditargetkan bagi pekerja migran yang akan bekerja di luar negeri.

Selain itu, BNP2TKI juga telah berhasil mendirikan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) yang berada di delapan lokasi, antara lain Banyumas (Jateng), Ponorogo (Jatim), Wonosobo dan Grobogan (Jateng), Bandung (Jabar), Malang (Jatim), Sikka (NTT) dan Bima (NTB).

Selanjutnya, BNP2TKI juga telah mengembangkan program Komunitas Keluarga Buruh Migran (KKBM) yang telah berdiri di 49 lokasi di daerah atau kantong potensial PMI di Kabupaten/Kota, selain juga melakukan sosialisasi tentang peluang bekerja di luar negeri dan migrasi yang aman di 110 lokasi.

Menurut Tatang, sepanjang 2019 jumlah PMI yang tercatat melalui Sistem Komputerisasi Tenaga Luar Negeri (SISKOTKLN) telah mencapai 267.666 PMI. Pekerja-pekerja migran tersebut bekerja berdasarkan enam skema, yaitu PMI Perseorangan atau mandiri, PMI Government to Government (G to G), PMI Re-entry, PMI Private to Private (P to P), PMI untuk Kepentingan Perusahaan Sendiri (UKPS) dan PMI Pelaut.

"Jumlah PMI sektor manufaktur dan perikanan yang bekerja melalui skema 'G to G' (pemerintah dengan pemerintah)  selama 2019 sebanyak 6.170 PMI dan jumlah penempatan PMI "nurse" dan "careworker" melalui skema 'G to G' Jepang sebanyak 338 orang," katanya.

Sementara itu, 10 besar profesi PMI yang tercatat selama 2019 adalah penata laksana rumah tangga (PLRT), pengasuh, operator, pekerja perkebunan, teknisi hidrolik, operator alat berat, nelayan, pekerja konstruksi, "engineering procurement" dan "cleaning service", demikian Tatang Budie Utama Razak.

Baca juga: UU Ketenagakerjaan Malaysia tidak akui pembantu sebagai pekerja

Baca juga: NTT belum miliki data pekerja migran lewat jalur tak resmi

Baca juga: Kemnaker: Kartu Prakerja tingkatkan kompetensi PMI

Pewarta: Katriana
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2019