Cara kerja sistem ini adalah dengan memanfaatkan sensor LM35 dan sensor Flame menggunakan artificial intelligence (AI) sebagai pemroses data
Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Tiga mahasiswa Program Studi Teknik Informatika Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Jawa Timur  menemukan sistem pintar atau teknologi "Integrated Forest Fire Management System", yakni alat yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk mendeteksi kebakaran hutan.

Ketua kelompok mahasiswa penemu sistem pintar pendeteksi kebakaran hutan tersebut, Billy Aprilio di Malang, Kamis, menjelaskan cara kerja sistem ini adalah dengan memanfaatkan sensor LM35 dan sensor Flame menggunakan artificial intelligence (AI) sebagai pemroses data.

"Hutan memegang peran penting bagi kehidupan, di antaranya adalah filter dalam mengurangi pemanasan global dan penghasil oksigen terbesar di dunia," kata Billy.

Bercermin dari peran penting hutan, kata dia, disayangkan jika hutan di Indonesia terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Banyak penyebab berkurangnya hutan di Indonesia, salah satunya adalah masalah kebakaran hutan.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2018, luas lahan hutan di Indonesia mencapai 93,5 juta hektare. Selain Brazil, Indonesia menjadi penyumbang terbesar kadar oksigen dunia, bahkan sering disebut menjadi paru-paru dunia.

Indonesia adalah negara yang menempati posisi ketiga terluas di dunia dengan hutan tropis. Namun, kebakaran hutan, baik yang terjadi karena musim kemarau atau pembukaan lahan ilegal, menjadi masalah yang tak kunjung usai.

Pada kasus kebakaran hutan di Indonesia telah menjadi masalah yang hingga kini masih belum teratasi dan menjadi permasalahan internasional. Hal ini juga dapat dilihat dari data BNPB yang di update pada 15 September 2019, mencatat luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia mencapai 328.722 hektare dengan jumlah titik panas 538 titik panas.

Inovasi temuan mahasiswa yang dibimbing dosen Fakultas Teknik Nur Hayatin itu digadang-gadang mampu mengurangi perluasan dampak kebakaran. Temuan tersebut telah didaftarkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Futuristik Konstruktif.

Banyak upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah, di antaranya pengefektifan perangkat hukum, menerapkan metode kampanye sadar masyarakat, dibangunnya embung, membangun menara pengawas dan lainnya.

Kemudian ketika terjadi kebakaran upaya pemadaman yang dilakukan adalah dengan meningkatkan teknologi, selanjutnya dilakukan operasi pemadaman, evakuasi, dan penyelamatan. Inovasi teknologi ini dinilai dapat menjawab tantangan tersebut.

Input yang didapat dari teknologi besutan tiga mahasiswa tersebut, yakni Billy Aprilio, Yasril Imam dan Ulfah Nur Oktaviana ini berupa temperatur suhu dan nyala api. Ketika terjadi kebakaran, sensor akan mendeteksi secara otomatis.

Selanjutnya, sistem akan memberikan perintah untuk memompa air untuk disemprotkan ke titik terjadinya kebakaran, dimana air didapatkan dari pembuatan penampungan air embun alami dengan menggunakan pemanen embun melalui jaring atau fog harvesting.

Penyemprot akan menyemprotkan air pada periode waktu tertentu yang kemudian akan dilakukan pengecekan ulang terhadap suhu sekitar. Jika dinilai masih terdeteksi suhu tinggi, penyemprot akan diaktifkan kembali.

"Namun, apabila sensor mendeteksi kategori kebakaran hutan tingkat tinggi, sistem secara otomatis akan mengirimkan sinyal tempat kebakaran pada komputer pusat. Sehingga, tidak akan terjadi kebakaran yang jauh lebih besar," kata Billy.

Selanjutnya, hasil dari "fog harvesting" tersebut akan disalurkan ke tangki air (water tank) sebagai tempat penampungan.

"Untuk power supplay, kami menggunakan panel surya untuk memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber daya utama yang kami aplikasikan pada pompa penyemprot air," demikian Aprilio.

Baca juga: Mahasiswa UMM sabet emas inovasi pertanian digital di Singapura

Baca juga: Helm pintar inovasi mahasiswa UMM sabet medali perunggu di Korsel

Baca juga: Mahasiswa UMM buat Smart Tongkang mesin pembuat garam berkualitas



 

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020