Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan (WSE) dan kader atau caleg dari PDIP Harun Masiku (HAR) sebagai tersangka kasus suap terkait dengan penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024.

Selain dua orang itu, KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF) dan Saeful (SAE) dari unsur swasta.

"Setelah melakukan pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau terkait penetapan anggota DPR RI terpilih Tahun 2019-2024," ucap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Baca juga: Rumah Komisioner KPU Wahyu Setiawan turut disegel
Baca juga: KPK amankan mata uang asing OTT komisioner Wahyu Setiawan
Baca juga: KPK periksa delapan orang terkait OTT Wahyu Setiawan


Sejalan dengan penyidikan tersebut, KPK menetapkan empat orang tersangka. Sebagai penerima, yakni Wahyu dan Agustiani. Sedangkan sebagai pemberi, yaitu Harun dan Saeful.

Sebagai penerima, Wahyu dan Agustiani disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi, Harun dan Saeful disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK, kata Lili, sangat menyesalkan adanya penerimaan hadiah atau janji oleh salah satu Komisioner KPU RI tersebut terkait dengan proses penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI.

"Persekongkolan antara oknum penyelenggara pemilu dengan politisi dapat disebut sebagai pengkhianatan terhadap proses demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah dan biaya yang sangat mahal," tuturnya.***2***

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020