Jakarta (ANTARA) - Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI) meminta pemerintah mendukung penerapan kewajiban tes DNA (deoxyribonucleic acid) bagi seorang pria dewasa ketika menghadapi kasus perdata tentang pembuktian garis keturunan.

Ketua Umum JBMI, Albiner Sitompul, di Kantor Wakil Presiden, di Jakarta, Selasa, mengatakan, selama ini tidak ada keharusan dan kewajiban bagi seorang pria untuk melakukan pengujian DNA ketika ada gugatan perdata.

"Belum ada kewajiban orang yang diuji, atau dia (pria) punya hak untuk menolak. Berdasarkan hukum acara selama ini, tidak semua mau dites DNA," kata dia usai menemui Wakil Presiden, Ma'ruf Amin, di Jakarta, Selasa.

Sitompul menambahkan pentingnya tes DNA tersebut untuk menghindari pihak-pihak yang tidak mau bertanggungjawab terkait pembuktian garis keturunan.

"Banyak ada pengingkaran terhadap anak. Maka garis keturunan itu harus dibuktikan, jadi tidak ada lagi istilah anak angkat atau mengingkari anak, bahwa ayah harus wajib melaksanakan kewajibannya secara perdata kepada anak," jelasnya.

Selain dukungan dari pemerintah, JBMI juga berharap Majelis Ulama Indonesia (MUI) dapat mengeluarkan fatwa dan mendorong adanya hukum Islam dalam mewajibkan seorang ayah mutlak untuk dites DNA jika mendapat gugatan perdata.

JBMI juga mengundang Wapres Ma'ruf Amin untuk hadir dalam seminar terkait pentingnya tes DNA untuk pembuktian garis keturunan, yang diselenggarakan JBMI pada 1 Februari mendatang di UIN Sultan Maulana Banten, Tangerang.

"Nanti akan dibahas oleh ahli-ahli agama, ulama dan pakar terkait konsep antara fatwa dengan pembuktian ilmu pengetahuan dan teknologi," ujar Albiner.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020