Jakarta (ANTARA) - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan Azis mengaku dikonfirmasi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal proses pergantian antarwaktu (PAW) calon terpilih anggota DPR RI 2019-2024.

"Seputar PAW pergantian calon terpilih dari Riezky Aprilia dengan Harun Masiku," ucap Viryan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa.

Baca juga: KPK bantah sembunyikan Harun Masiku

Baca juga: Yasonna tegaskan tidak merintangi pengungkapan kasus Harun Masiku

Baca juga: Pengacara: Wahyu Setiawan tak ketahui sumber uang suap


KPK, Selasa memeriksa Viryan sebagai saksi untuk tersangka tersangka Saeful (SAE) dari unsur swasta dalam penyidikan kasus suap terkait penetapan anggota DPR RI terpilih tahun 2019-2024.

Selain Saeful, KPK juga telah menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan (WSE), mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF), dan kader PDIP Harun Masiku (HAR) yang saat masih menjadi buronan.

Lebih lanjut, Viryan menyatakan tidak ada peran yang luar biasa dari Wahyu selama rapat pleno perihal pengajuan Harun dalam PAW tersebut.

"Tidak ada, peran biasa saja. Kami sama-sama berpendapat tidak ada hal yang berbeda terkait dengan kasus tersebut. Jadi, semua anggota KPU RI berpendapat sama bahwa penggantian calon terpilih ataupun PAW tidak dapat dilaksanakan," ujar Viryan.

Ia juga mengaku Wahyu menyampaikan argumentasi yang sama selama rapat pleno bahwa PAW terhadap Harun Masiku itu tidak dapat dilaksanakan.

"Argumentasinya ya sama, tidak ada argumen yang berbeda bahwa hal tersebut bagi kami penyelenggara pemilu itu hal yang sudah lazim dan regulasinya sama sampai sekarang bahwa kalau terkait dengan pergantian antarwaktu itu prosesnya melalui DPR atau DPRD bukan dari partai langsung ke KPU," kata dia.

Dalam konstruksi perkara kasus itu, KPK menjelaskan bahwa pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan advokatnya Donny Tri Istiqomah mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.

Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019.

Gugatan itu kemudian dikabulkan Mahkamah Agung (MA) pada 19 Juli 2019. MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu.

Penetapan MA itu kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun sebagai pengganti caleg yang meninggal tersebut.

Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti almarhum Nazarudin Kiemas yang juga adik dari mendiang Taufik Kiemas.

Dua pekan kemudian atau tanggal 13 September 2019, PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa MA dan pada 23 September mengirimkan surat berisi penetapan caleg.

Selanjutnya, Saeful menghubungi Agustiani dan melakukan lobi untuk mengabulkan Harun sebagai PAW.

Kemudian Agustiani mengirimkan dokumen dan fatwa MA yang didapat dari Saeful kepada Wahyu untuk membantu proses penetapan Harun. Wahyu menyanggupi untuk membantu dengan membalas "siap, mainkan!".

Wahyu pun meminta dana operasional Rp900 juta untuk membantu Harun menjadi anggota DPR RI dapil Sumatera Selatan I menggantikan caleg DPR terpilih dari Fraksi PDIP dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, Wahyu hanya menerima Rp600 juta.

Baca juga: KPK bantah pernyataan Hasto yang sebut Harun Masiku korban

Baca juga: Hasto tegaskan tak tahu suap yang dilakukan Harun Masiku

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020