Garut (ANTARA) - Struktur perekonomian sebagian masyarakat Kabupaten Garut tidak bergeser, tetap pada kategori pertanian, kehutanan, dan perikanan yang terlihat dari besarnya peranannya terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Garut.

Kondisi tersebut dapat dimengerti karena kegiatan ekonomi sebagian besar penduduk di wilayah Kabupaten Garut bermata pencaharian di bidang pertanian.

Struktur ekonomi Kabupaten Garut, selama periode 2014-2018 tampak tidak berubah secara signifikan, namun pergeseran dari kelompok kategori primer ke arah sekunder dan tersier tetap terjadi walaupun relatif kecil jika dibandingkan dengan pergeseran struktur ekonomi yang terjadi di Jawa Barat pada umumnya.

Jika dihubungkan dengan pengeluaran per kapita yang masih relatif rendah, maka
dapat dikatakan bahwa pendapatan masyarakat cenderung merata di level menengah bawah.

Kondisi tersebut juga didukung oleh data hasil PPLS, di mana tercatat masih cukup tinggi penduduk yang tidak tergolong miskin, namun masih berada sedikit di atas garis kemiskinan (penduduk mendekati miskin dan rentan
miskin).

Dengan demikian intervensi pemerintah di bidang ekonomi perlu mempertimbangkan pengembangan sektor yang mampu menstimulus sektor yang digeluti oleh penduduk menengah bawah sehingga tercipta pertumbuhan yang optimal dan sekaligus memperbaiki distribusi pendapatan penduduk.

"Kita masih harus kerja keras untuk mengejar ketertinggalan di bidang IPM, kita juga ingin meningkatkan derajat kehidupan masyarakat dan menaikkan pendapatan perkapita masyarakat Kabupaten Garut," kata Bupati Garut, H. Rudy Gunawan dalam berbagai kesempatan.

Baca juga: TNI bantu pembangunan rumah keluarga miskin di Garut

Baca juga: Polres Garut tangani kasus pengurangan bobot raskin

Baca juga: Kejaksaan Garut tangani delapan kasus penyelewengan raskin



Penduduk miskin

Pemerintah Kabupaten Garut kini
dihadapkan pada 259 ribu warga yang masih berstatus miskin. Kondisi ini menjadi tugas berat yang harus diemban bersama.

"Saya dan dr. Helmi selaku Bupati dan Wakil Bupati Garut bertanggungjawab meningkatkan kesejahteraan masyarakat," katanya.

Dari data Susenas tahun 2018, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Garut mengalami penurunan cukup signifikan, yaitu sekitar 49,93 ribu jiwa dari 291,24 ribu jiwa (11,27 persen) pada tahun 2017 menjadi sebanyak 241,31 ribu jiwa (9,27 persen) pada tahun 2018, atau turun sebesar 2 persen. Penurunan persentase penduduk miskin pada tahun 2018 tersebut dibanding kabupaten dan kota di Jawa Barat berada pada peringkat ke-5.
​​​
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per
kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Garis kemiskinan (GK) Kabupaten
Garut Tahun 2018 mengalami peningkatan sebesar 5,77 persen dari Rp267.252,- per kapita per bulan pada tahun 2017 menjadi sebesar Rp282.683,- per kapita per bulan pada tahun 2018. Apabila dilihat perkembangannya, selama periode tahun 2014-2018, garis kemiskinan Kabupaten Garut terus mengalami kenaikan setiap tahunnya.

Jika dibandingkan dengan tahun 2014, kenaikan garis kemiskinan di tahun 2018 sebesar 20,46 persen. Namun demikian, jika dibandingkan kabupaten dan kota di Jawa Barat, Kabupaten Garut mempunyai garis kemiskinan
yang terendah selama periode 2014-2018.

Secara umum, garis kemiskinan Tahun 2018 di Jawa Barat menunjukkan peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan komoditi non makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan).

Hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi masyarakat pada tingkat ekonomi rendah lebih didominasi pengeluaran untuk kebutuhan makanan dibandingkan kebutuhan bukan makanan.

Jika dibandingkan dengan angka persentase penduduk miskin Jawa Barat maupun nasional, posisi pencapaian angka persentase penduduk miskin Kabupaten Garut sebesar 9,27 persen pada tahun 2018 ini, masih berada di atas rata-rata penduduk miskin kabupaten/kota di Jawa Barat sebesar 7,45 persen, namun sudah di bawah nasional sebesar 9,82 persen.

Jika dilihat dari urutan persentase, penduduk miskin yang terkecil, berada pada peringkat ke-18 dari 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat. Jika ditelaah lebih jauh, selama periode 2014-2018, pertumbuhan IPM di Kabupaten Garut sangat dominan dikontribusi oleh peningkatan pada indeks daya beli sebesar 9,53 persen, disusul indeks pendidikan sebesar 4,97 persen dan indeks kesehatan tumbuh 1,07 persen.

Baca juga: Anak gugat ibu Rp1,8 M, ini kata P2TP2A Garut


Harapan hidup

Pencapaian IPM ditinjau dari dimensi umur panjang dan sehat, selama kurun waktu 2014 hingga 2018, walaupun relatif lambat, angka harapan hidup (AHH) terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 0,77 persen atau dengan kata lain harapan hidup meningkat 0,54 tahun.

Artinya, harapan seorang bayi yang baru lahir untuk dapat hidup lebih lama menjadi semakin tinggi. Namun demikian, jika dibandingkan dengan AHH Jawa Barat pada tahun 2018 yang sudah mencapai 72,66 tahun, maka AHH Garut masih terpaut 1,63 tahun lebih rendah.

Kondisi tersebut merefleksikan, dari perspektif IPM, derajat kesehatan di kabupaten masih berada di bawah rata-rata Provinsi Jawa Barat.

Akselerasi pembangunan pada dimensi kesehatan di Kabupaten Garut sangat perlu terus dilakukan terhadap faktor-faktor determinan yang mempengaruhi dimensi
tersebut, yang tidak sebatas pada sektor kesehatan, namun melibatkan hampir seluruh sektor pembangunan yang meliputi pembangunan sarana dan prasarana kesehatan, infrastruktur, sanitasi, pendidikan dan lain sebagainya.

Pada dasarnya, upaya yang harus dilakukan harus diarahkan untuk meningkatkan kecukupan dan aksesibilitas penduduk terhadap fasilitas-fasilitas kesehatan serta peningkatan responsivitas penduduk terhadap fasilitas-fasilitas kesehatan tersebut.

Percepatan pelaksanaan program-program kesehatan untuk menekan angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan yang disertai dengan upaya mewujudkan fasilitas kesehatan yang memadai serta tenaga medis yang lebih merata, mutlak harus dijaga dan ditingkatkan konsistensinya. Sehingga diharapkan dapat menjamin akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan secara optimal.

Disamping itu, akselerasi pencapaian IPM diharapkan tidak hanya bertumpu pada dinas teknis saja, melainkan harus terintegrasi dengan tugas-tugas kecamatan, kelurahan dan pemerintahan desa, serta lebih diarahkan kepada upaya perbaikan sarana dan prasarana puskesmas/puskesmas pembantu dengan seluruh jaringan kerjanya.

Baca juga: IPB bantu teknologi pertanian untuk masyarakat desa di Garut

Baca juga: Ingin wisata sambil mengamati elang, kunjungi Talaga Bodas Garut



Hidup layak

Pencapaian IPM ditinjau dari dimensi standar hidup layak, walaupun relatif lambat, pengeluaran per kapita Garut terus meningkat selama lima tahun terakhir pada tahun 2014-2018 dengan pertumbuhan sekitar 19,22 persen dan merupakan pertumbuhan tercepat kedua di Jawa Barat di bawah Kota Tasikmalaya sebesar
20,04 persen.

Selama kurun waktu 2014-2018 tersebut, pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2015 dengan pertumbuhan yang sangat tinggi, yakni sebesar 7,89 persen.

Menginjak satu tahun di periode kedua 2019-2024, pasangan Rudy Gunawan-Helmi Budiman resmi memimpin Kabupaten Garut, setelah Rabu (23/1/2019) di Gedung Sate, Kota Bandung, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil telah mewanti-wanti agar di periode kedua ini untuk menjaga kepercayaan masyarakat Garut dengan bekerja keras mengingat
banyaknya persoalan yang harus segera diselesaikan, di antaranya soal pemekaran wilayah dan isu kekerdilan (stunting) yang belakangan menjadi sorotan.

Maka, pada 2020 mulai digaungkan Gerakan Besar untuk prioritas Peningkatan Kualitas Pelayanan Pendidikan, Kesehatan, KB, Kesetaraan Gender dan Pemenuhan Hak Anak serta Pemuda dan Olahraga pelayanan
pendidikan meliputi Gerakan Embun Pagi, Gerakan Calakan melalui pemerataan akses dan mutu dengan pemenuhan 8 standar nasional pendidikan, Gerakan Tulaten melalui peningkatan kesadaran orang tua dan masyarakat untuk mewujudkan rumah sebagai sekolah kedua, Gagah ti Garut (Gerakan Cegah
Stunting Garut menuju zero stunting), hingga Gerakan Besar Asih ti Garut (Gerakan Anak Sehat Ibu Sehat).

Sementara Gerakan Besar lainnya yang digaungkan sejak 2019, tahun 2020 harus mulai dimplementasikan, semisal Gerakan besar untuk prioritas pembangunan daerah Peningkatan Kualitas Infrastruktur Wilayah Secara Merata, semisal Gerakan Ngahieng melalui peningkatan kualitas dan kuantitas pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan.

Kondisi pembangunan antar wilayah sampai tahun 2018 belum merata. Dengan luas 3.074,07 km2, dan secara administratif terbagi menjadi 42 kecamatan

Di bidang infrastruktur jalan, dari total jalan kabupaten sepanjang 829 km, tingkat kemantapan jalan baru mencapai 77,61 persen atau masih terdapat 185,62 km jalan rusak dengan sebaran 12,55 km (6,76 persen) di wilayah utara Garut, 29,96 km (16,14 persen) di wilayah tengah Garut, dan 143,11 km (77,10 persen) di wilayah selatan Garut.

Sementara itu, kemantapan jalan desa baru mencapai 36,17 persen, cakupan rumah tinggal bersanitasi sebesar 64,60 persen, cakupan air bersih perdesaan sebesar 76 persen, kemantapan irigasi teknis sebesar 62,89 persen, kemantapan irigasi pedesaan sebesar 70,79 persen dan cakupan wilayah pelayanan persampahan baru sebanyak 15 kecamatan.

Seiring peningkatan jumlah penduduk dan aktivitas masyarakat, perlu diimbangi dengan penyediaan infrastruktur daerah yang berkualitas secara merata untuk mendorong tumbuhnya perekonomian daerah.

Baca juga: Legislator: Waspada calo tanah pembangunan jalan tol

Baca juga: Wabup Garut kecewa pembangunan jalan beton di pelosok desa

Baca juga: Kementerian minta pembangunan Tol Cigatas arah Garut ditelaah ulang



Infrastruktur

Bupati Garut H. Rudy Gunawan mengatakan, pada APBD 2020, Pemkab Garut memiliki anggaran Rp4,2 triliun lebih yang akan dialokasikan ke sejumlah program prioritas diantaranya Infrastruktur, Kesehatan dan Pendidikan.

"Khusus untuk program infrastruktur akan fokus di wilayah selatan Garut, seperti Talegong, Cisewu, Cisompet, Bungbulang, dan beberapa kecamatan lainnya," kata Rudy, Kamis (5/12/2019).

Pada program infrastruktur jalan di wilayah Garut Selatan (Garsel), Pemkab Garut telah menyiapkan Rp100 miliar. 

Anggaran untuk program infrastruktur jalan di wilayah selatan itu cukup besar, dibandingkan alokasi anggaran untuk program yang sama di daerah lain.

Selain wilayah selatan, wilayah Garut bagian utara dan Jalan Cipanas juga mendapatkan perhatian yang sama, namun bukan membangun jalan, melainkan masuk dalam tahap menyelesaikan jalan baru.

“Kalau di utara itu lebih ke menyelesaikan jalan-jalan baru," katanya.

Senada dengan Bupati Rudy, Wakil Bupati Garut dr. Helmi Budiman mengingatkan jajararannya untuk mengimplementasikan Gerakan Besar yang digaungkan pada 2019. Gerakan itu harus menjadi gerakan bersama Pemkab Garut, bukan lagi hanya gerakan SKPD semata.

Semua gerakan besar itu, imbuh Helmi, harus bermuara kepada peningkatan IPM yang saat ini
masih di bawah rata-rata Jawa Barat. Melalui Visinya “Terwujudnya Kabupaten Garut yang Bertaqwa, Maju dan Sejahtera" ini, tema pembangunan Kabupaten Garut tahun 2020 adalah “Pemerataan Pembangunan Untuk Akselerasi Kesejahteraan Masyarakat”.

Di usianya yang ke-207 tahun, banyak pilihan yang harus menjadi acuan bagi berkembangnya pembangunan di Kabupaten Garut, berbagai prestasi diraih di tahun 2019 baik dari sisi administrasi pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan.

Setidaknya semua itu akan menjadi pemicu daerah ini menjadi terbaik dan menopang Provinsi Jawa Barat sebagai juara lahir dan Batin. Selamat Hari Jadi ke-207 Kabupaten Garut, memeratakan pembangunan demi kesejahteraan masyarakat.*

Baca juga: Pegiat lingkungan harapkan kawasan Gunung Cikuray jadi cagar alam

Baca juga: Ancaman corona harus dorong warga Garut sadar kesehatan, sebut wabup

Baca juga: Dua elang ular dilepasliarkan di hutan Talaga Bodas Garut

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020