Jakarta (ANTARA) - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengingatkan eksekutif dan legislatif untuk memastikan Rancangan Undangan-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law Cipta Kerja tidak bertentangan dengan mandat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 untuk hak konstitusional masyarakat adat.

Sekretaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan Pemerintah melalui Kementerian Perekonomian telah menyerahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada DPR pada 12 Februari 2020 di Gedung DPR RI.

Sejak itu gelombang penolakan terhadap RUU tersebut semakin besar. Menurut dia, RUU itu mengancam keberadaan masyarakat adat dan hak-haknya, yakni wilayah adat, hutan adat dan tanah ulayat, masyarakat adat pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pandangan umum AMAN, dari kajian cepat terhadap RUU tersebut, pertama, substansi pengaturan RUU Cipta Kerja bertentangan dengan Hak Konstitusional Masyarakat Adat sebagaimana dimandatkan dalam pasal 18B ayat 2 dan pasal 28I UUD 1945, yang telah diteguhkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012.

Pasal 18B UUD 1945, sebagai hasil amandemen pertama UUD 1945, menyatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Ketentuan Pasal 18B UUD 1945 diperkuat dengan ketentuan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 bahwa Identitas budaya dan masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

Dalam putusan Nomor 35/PUU-X/2012, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Hutan Adat adalah Hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagi Hutan Negara.

Kedua, berbagai peraturan perundangan terkait masyarakat adat dihapus, dipotong substansinya dan diinterpretasi ulang. RUU tersebut bahkan semakin memperkuat Pengakuan Bersyarat masyarakat adat yang panjang dan berbelit-belit.

RUU itu selanjutnya melanggengkan bahwa Masyarakat Adat tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional.

Ketiga, RUU Cipta Kerja akan semakin menghilangkan pekerjaan tradisional masyarakat adat seperti berladang, nelayan, pengumpul madu, kemenyan dan lain-lain.

Keempat, RUU Cipta Kerja tidak menyiapkan kerangka pengaman untuk mencegah dan menyelesaikan konflik di wilayah adat. Hal ini akan menyebabkan pejuang-pejuang pembela Hak Masyarakat Adat semakin terancam mengalami kriminalisasi.

Kelima, RUU tersebut disusun secara tertutup. AMAN dan organisasi masyarakat sipil lainnya terutama yang bekerja pada isu-isu agraria dan lingkungan hidup tidak pernah dilibatkan.

Ruka mengatakan saat ini yang dibutuhkan dan sifatnya mendesak bagi Masyarakat Adat adalah Undang-undang Masyarakat Adat, yang akan mengharmonisasi tumpang tindih berbagai perundangan dan peraturan terkait Masyarakat Adat.

Baca juga: Pengamat: Pasal otoriter di RUU Cipta Kerja harus ditolak

Baca juga: Asosiasi nilai "omnibus law" permudah izin kepelabuhanan

Baca juga: Peneliti: Pastikan Omnibus Law jaga jumlah lahan pertanian


Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020