Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan mengingatkan kepada masyarakat untuk menjaga pola hidup sehat dan melakukan pengecekan kesehatan secara berkala dalam memperingati Hari Ginjal Sedunia.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Ariane dalam konferensi pers di Kementerian Kesehatan Jakarta, Kamis mengatkaan bahwa penyakit ginjal sangat bisa dicegah, yaitu mencegah faktor risiko dengan menerapkan pola hidup sehat.

Cut menjelaskan faktor risiko penyakit ginjal sama dengan faktor risiko penyakit tidak menular lainnya, seperti hipertensi, diabetes, obesitas, merokok, faktor genetik, dan usia. Dari seluruh faktor risiko tersebut, kata Cut, hanya usia dan genetik yang tidak dapat dicegah, sementara faktor risiko lainnya sangat bisa dicegah.

"Pertama, pola makan yang tidak sehat. Konsumsi gula garam lemak berlebih, atau konsumsi karbohidrat, protein, vitamin, lemak yang tidak seimbang," kata Cut. Dia menyarankan agar mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang tercukupi karbohidrat, protein, vitamin dan lemak.

Konsumsi harian gula, garam, dan lemak paling banyak per orang per hari adalah lima sendok makan gula atau 50 gram, satu sendok teh atau 5 gram garam atau 50 miligram natrium, dan lima sendok makan minyak atau 67 gram.

Baca juga: Pemda DIY diharapkan sosialisasikan kesehatan ginjal
Baca juga: Penyakit ginjal kronis bisa sebabkan tulang keropos


Cut menyebut bahwa pintu masuk dari penyakit ginjal dan penyakit tidak menular lainnya adalah hipertensi atau tegangan darah tinggi dan juga diabetes. Hipertensi salah satunya disebabkan oleh konsumsi garam berlebih, dan diabetes salah satunya disebabkan oleh konsumsi gula berlebih.

Selain menerapkan pola hidup sehat, Cut juga mengingatkan agar masyarakat melakukan pengecekan kesehatan secara berkala. "Bagi yang memiliki faktor risiko minimal cek kesehatan satu bulan sekali, untuk yang sehat cek kesehatan minimal setahun sekali," kata dia.

Dia menerangkan walaupun seseorang telah menjalankan pola hidup sehat, tetap memerlukan pengecekan kesehatan secara berkala untuk deteksi dini suatu penyakit.

Data Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) 2018 menyebutkan prevalensi gagal ginjal kronis pada penduduk usia di atas 15 tahun sebanyak 0,38 persen atau 739.208 jiwa dengan prevalensi tertinggi di Kalimantan Utara 0,64 persen dan terendah di Sulawesi Barat 0,18 persen.

Proporsi pasien yang menjalani terapi cuci darah atau hemodialisis pada penduduk usia di atas 15 tahun dengan gagal ginjal kronis di Indonesia sebanyak 19,33 persen, tertinggi di DKI Jakarta 38,71 persen dan terendah Sulawesi Tenggara 1,99 persen. Sementara biaya layanan kesehatan BPJS Kesehatan akibat penyakit gagal ginjal pada tahun 2019 mencapai Rp2,3 triliiun atau penyakit keempat dengan biaya terbesar.

Baca juga: "Boba" tidak sebabkan batu ginjal
Baca juga: BPOM apresiasi kemajuan pengembangan obat ginjal Kalbe

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020