Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertanian (Deptan) mengungkapkan temuan banyaknya salak Indonesia yang dipasarkan sebagai salak Thailand ke China sehingga merugikan citra produk buah-buahan Indonesia.

Dirjen Hortikultura Deptan, Ahmad Dimyati di Jakarta, Kamis menyatakan, importir asal Thailand mengambil salak Indonesia terutama salak pondoh kemudian mengganti label kemasan sebagai produk negara tersebut sebelum di ekspor ke China.

"Ini merupakan usaha untuk menurunkan salak Indonesia di pasar internasional dan ini tak bisa dibiarkan," katanya.

Menurut dia, importir yang mendatangkan salak Indonesia ke Thailand tersebut umumnya tidak terdaftar atau kemungkinan mereka bekerjasama dengan eksportir dalam negeri yang juga tidak teregistrasi.

Oleh karena itu, lanjutnya, pihaknya akan meminta kepada Departemen Perdagangan agar melakukan registrasi terhadap eksportir produk hortikultura untuk mengantisipasi khasus tersebut.

Dengan adanya registrasi tersebut, menurut Ahmad Dimyati, maka hanya eksportir terdaftar yang nantinya bisa melakukan ekspor.

"Kalau tidak demikian nantinya eksportir kita yang sudah bersusah payah membuka pasar dunia justru akan tertutup jalannya hingga akhirnya mati. Padahal susah untuk membuka pasar baru lagi," katanya.

Dirjen mengungkapkan, selain buah salak, produk hortikultura Indonesia lainnya yang diakui Thailand yakni manggis.

Selain melakukan meminta Depdag menerapkan registrasi bagi eksportir maupun importir buah-buahan, lanjutnya, pihaknya juga menghimbau petani untuk hanya melakukan kerjasama dengan eksportir dan importir yang sudah terdaftar, memiliki packing house serta infrastruktur.

"Ke depan harus ada payung hukum untuk ini sehingga tidak hanya berupa himbauan," katanya.

Pada kesempatan itu Dirjen juga menyatakan bahwa dari inspeksi tim ahli asal Belanda didapati salak Sleman sudah mendekati penerapan Global Good Agriculture Practice (GAP) atau praktek budidaya yang baik.

"Dengan terpenuhinya standar Global GAP maka jika ingin memasarkan produk ke negara-negara yang menerapkan standar tersebut akan lebih mudah masuknya," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009