Mataram (ANTARA News) - Laju kerusakan hutan akibat penebangan liar (illegal logging) di Nusa Tenggara Barat (NTB) lebih cepat dibandingkan dengan upaya perbaikan sehingga lahan kritis di daerah ini semakin luas.

Kepala Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian (BLHP) NTB Ir. Tadjuffin Erfandy di Mataram Jumat mengatakan, kawasan hutan yang rusak akibat penebangan liar dan alih fungsi hutan mencapai 20.000 hektare (ha) per tahun, sedangkan upaya penghijauan hanya menjangkau sekitar 5.000 hingga 10.000 ha per tahun.

"Kondisi ini mengakibatkan luas lahan keritis di NTB terus meningkat hingga mencapai 25,19 persen dari total daratan atau 597.778 ha pada 2007 dan dalam kurun waktu empat tahun (2003-2007) meningkat cukup siginifikan dibandingkan dengan 2003 seluas 338.593 ha," ujarnya.

Ia mengatakan, peningkatan luas lahan kritis berdampak langsung terhadap penurunan produktivitas pertanian. Lahan yang berada dalam kondisi kiritis menyebabkan produktivitas pertanian turun karena lapisan permukaan (top soil) yang tipis tidak dapat diusahakan untuk budidaya pertanian.

Lahan kritis tersebut disebabkan kerusakan secara fisik, kimia, dan biologi atau lahan yang tidak memiliki nilai ekonomis.

Menurut Tadjuddin, lahan kritis tersebut paling luas terdapat di Kabupaten Sumbawa mencapai 144.960 ha, kemudian di Kabupaten Bima 132.284 ha, sementara luas lahan kritis di kabupaten lain di bawah 100.000 ha.

Karena itu, katanya, kasus penebangan liar harus segera dihentikan dan sejak beberapa tahun lalu Pemprov NTB mengeluarkan kebijakan untuk tidak mengeluarkan izin pemanfaatan hasil hutan terutama kayu.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009