Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan bahwa mengacu pada Keputusan Kapolri Nomor Kep/1059/X/2017 posisi Wakapolda bukan termasuk wajib menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Hal tersebut sebagai respons terkait dengan polemik kepatuhan LHKPN Deputi Penindakan KPK yang baru dilantik Karyoto yang sebelumnya menjabat Wakapolda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Terkait dengan pertanyaan apakah yang bersangkutan saat menjabat Wakapolda termasuk wajib lapor atau tidak? Maka, mengacu pada daftar jabatan di Lampiran C Keputusan Kapolri Nomor Kep/1059/X/2017 posisi Wakapolda bukan termasuk wajib lapor LHKPN," ucap Plt. Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding melalui keterangannya di Jakarta, Rabu.

Namun, kata Ipi, dicantumkan atau tidaknya jabatan Wakapolda sebagai wajib lapor terbuka kemungkinan KPK akan membahasnya lebih lanjut bersama Polri untuk lebih memaksimalkan upaya pencegahan korupsi.

Baca juga: KPK jelaskan polemik kepatuhan LHKPN Deputi Penindakan Karyoto

"Pada tahun 2013, Karyoto tercatat menyampaikan LHKPN-nya saat menjabat sebagai Dirreskrimum Polda DIY dalam kapasitas sebagai penyidik. Salah satu jabatan yang diwajibkan melaporkan hartanya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dan Keputusan Kapolri Nomor Kep/1059/X/2017 adalah penyidik," ungkapnya.

Dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2017 tentang Penyampaian LHKPN di lingkungan Kepolisian RI ditetapkan siapa saja yang merupakan wajib lapor.

Selain itu, Keputusan Kapolri Nomor Kep/1059/X/2017 mengatur perluasan dan penyebutan jabatan yang lebih spesifik sebagai wajib LHKPN di lingkungan Polri.

"Pengaturan secara lebih detail ini juga diterapkan di kementerian/lembaga lain, dan KPK sejak awal memang menyarankan agar setiap instansi membuat aturan internal agar implementasi pencegahan korupsi melalui pelaporan LHKPN dapat dilakukan secara maksimal," kata Ipi.

Ia pun menjelaskan bahwa dasar hukum untuk pelaporan LHKPN adalah UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Ketentuan lain, Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, dan aturan internal di masing-masing instansi.

Berdasarkan UU No. 28/1999, kata Ipi, yang wajib LHKPN sebagaimana diatur di dalam Pasal 2 dan penjelasan, yaitu pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, pejabat negara pada lembaga tinggi negara, menteri.

Baca juga: Deputi Penindakan KPK Karyoto punya kekayaan Rp5,453 miliar

Selanjutnya, gubernur, hakim, pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Pejabat negara yang dimaksud pada poin 6 dan 7 diuraikan kembali di dalam penjelasan, yaitu angka 6 yang dimaksud dengan "pejabat negara yang lain" dalam ketentuan ini, misalnya Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, wakil gubernur, dan bupati/wali kotamadya," tuturnya.

Sementara angka 7 yang dimaksud dengan "pejabat lain yang memiliki fungsi strategis" adalah pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam penyelenggaraan negara rawan terhadap praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Pejabat lain itu meliputi direksi, komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, pimpinan Bank Indonesia, dan pimpinan Badan Penyehatan Perbankan Nasional, pimpinan perguruan tinggi negeri.

Berikutnya, pejabat eselon 1 dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, jaksa, penyidik, panitera pengadilan, serta pemimpin dan bendaharawan proyek.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020