Jakarta (ANTARA) - Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengatakan proses plasma convalescent diambil dari plasma darah pasien COVID-19 yang sudah empat pekan sembuh hingga bisa diberikan untuk pengobatan pasien COVID-19 perlu waktu beberapa pekan.

"Kalau semuanya berjalan dengan lancar artinya dari sejak diambil dari pasien sampai bisa diberikan kembali itu harus melalui beberapa pengujian tentang kadar antibodi, potensi antivirus dan juga dia harus dipastikan tidak ada virus Corona, virus lain ataupun bakteri lain itu butuh waktu beberapa pekan sampai bisa diberikan (kepada pasien COVID-19 dalam perawatan)," kata Kepala Lembaga Eijkman Amin Subandrio kepada ANTARA, Jakarta, Rabu.

Plasma darah dari pasien COVID-19 yang telah sembuh mengandung anti bodi yang dapat dimanfaatkan untuk membantu mengeliminasi virus yang ada dalam tubuh pasien COVID-19 yang dalam perawatan. Oleh karena itu, plasma convalescent tergolong imunisasi pasif yakni pemberian antibodi dari luar kepada tubuh orang yang terinfeksi COVID-19.

Baca juga: Lembaga Eijkman akan kembangkan obat terapi pengobatan pasien COVID-19

Baca juga: BIN serahkan bantuan peralatan laboratorium LBM Eijkman

Baca juga: Selandia Baru sumbang Rp1,5 M untuk Indonesia tingkatkan tes COVID-19


Setelah plasma darah dari pasien yang sembuh COVID-19, maka Eijkman akan melakukan sejumlah pengujian di laboratorium dengan Bio Safety Level 3 untuk mengukur kadar plasma yang dibutuhkan untuk pengobatan pasien COVID-19, dan memastikan efektivitas dan keamanannya untuk pasien.

"Lembaga Eijkman akan menguji mengukur kekuatan dari plasma tadi apakah memang dia bisa dipakai artinya kadarnya cukup untuk mengobati pasien yang terinfeksi yang sedang dirawat," kata Amin.

Dalam pengujian efektivitas dan keamanan plasma itu, Lembaga Eijkman berencana bekerja sama dengan Biofarma.

Sementara untuk penyediaan plasma darah, Lembaga Eijkman bekerja sama dengan Palang Merah Indonesia karena PMI yang memang punya tugas dan wewenang untuk mengelola donor darah. PMI juga sudah memiliki jaringan di 15 kota untu.

PMI akan melakukan plasmaferesis untuk mengambil dan memisahkan komponen plasma darah dari darah pasien COVID-19 yang telah empat pekan sembuh. PMI telah memiliki fasilitas pemisahan plasma darah.

Proses pengobatan dengan menggunakan plasma convalescent itu akan diterapkan di Jakarta terlebih dahulu. Jika berhasil, maka dapat diterapkan juga di daerah-daerah lain yang banyak kasus COVID-19.

Plasma ini dapat digunakan untuk mengobati orang yang sakit berat karena COVID-19 supaya bisa lebih cepat sembuh karena virusnya bisa dieliminasi.

Untuk pemberian plasma convalescent kepada pasien COVID-19 dalam perawatan, dapat bekerja sama dengan sejumlah rumah sakit, yang potensial diantaranya adalah RSPAD Gatot Subroto dan RS Persahabatan.

Agar plasma itu bisa digunakan untuk mengobati pasien COVID-19, maka perlu mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Untuk itu, Lembaga Eijkman akan melakukan koordinasi, mengajukan seluruh prosedur secara rinci dan melaporkan hasil pengujian laboratorium secara berkala kepada BPOM.

"Kita juga harus melaporkan hasil pengujian yang kita dilakukan, yang dilakukan Biofarma itu, kemudian akan secara berkala dilaporkan ke BPOM," tuturnya.*

Baca juga: Legislator dukung penambahan anggaran riset Eijkman

Baca juga: Lembaga Eijkman: Konsentrasi virus lebih tinggi di ruang tertutup

Baca juga: Lembaga Eijkman: Kemungkinan penyebaran corona sebagai aerosol di RS

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020