Jakarta (ANTARA) - Kaum perempuan atau Kartini masa kini yang berkiprah di dunia kesehatan mengatakan bahwa pekerjaan mereka saat ini penuh dengan dinamika, terutama dalam menangani pasien dengan penyakit COVID-19.

“Dalam mengatasi pandemi ini kami dihadapkan pada situasi pekerjaan yang penuh dinamika, tidak menentu, susana kerja bisa berubah sewaktu-waktu," kata dr Iin Inayah, seorang dokter di RS Islam Pondok Kopi Jakarta, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (21/4).

Dia mengatakan di rumah sakitnya bekerja awalnya hanya bersiap dengan APD sederhana dengan masker bedah dan dilanjutkan membentuk tim COVID-19. Hingga akhirnya, rumah sakit menambah fasilitas layanan berupa pos screening dan pos kejadian luar biasa (KLB).

Dokter wanita kelahiran Majalengka, Jawa Barat, 48 tahun silam tersebut, sudah mengabdi sejak Tahun 2003. Dalam menangani pasien COVID-19, dia mengatakan dalam penugasan terdapat berbagai perasaan tertantang, sedih, terharu sekaligus cemas dan khawatir bercampur aduk menjadi satu.

Iin mencontohkan pada satu hari ada pasien datang berobat ke poli spesialis paru dan sebelumnya saat diperiksa suhu tubuhnya tidak ada tanda demam serta tidak menyampaikan ada keluhan batuk.

Namun, kata dia, kemudian hasil diagnosis dari pemeriksaan spesialis paru menunjukkan pasien tersebut menyandang status pasien dalam pengawasan (PDP ) dan harus dilakukan tindakan pemantauan di ruang isolasi yang ada di IGD.

Pasien tersebut kemudian diarahkan dan dikirim ke ruang isolasi IGD. Situasi IGD yang semula sibuk melakukan dan menatalaksana pasien gawat darurat seketika sempat heboh dan panik.

"Sejak saat itu kami sadar bahwa virus corona sudah ada di sekitar kami sehingga APD kami mulai dilengkapi, triase (klasifikasi pasien) mulai diperketat, jam praktik para dokter dikurangi, akses masuk dan keluar hanya satu pintu, pos screening dipindah mendekati gerbang serta mulai dilakukan renovasi ruangan untuk menambah kapasitas dalam menangangi kasus COVID-19," katanya.

Sejak manajemen RSI Jakarta Pondok Kopi membuat kebijakan baru tentang pemberlakuan pandemi, semua rekan sesama tenaga kesehatan mulai banyak menghadapi dan memahami karakter orang-orang di sekitarnya yang muncul di saat situasi sulit.

“Contohnya kami menghadapi beberapa pasien paranoid, emosional, merasa diri paling gawat sehingga membuat pernafasan sesak sampai pingsan," katanya.

Iin mengakui kecemasan juga melanda para tenaga medis sehingga ada yang mempengaruhi sikap-sikap mereka dalam bekerja.

“Tapi ibarat musuh sudah di depan mata, tak ada waktu lagi untuk mengelak, selain harus terus maju melayani. Kami pun menyerahkan permasalahan mental ini ke tingkat manajemen agar mendapat perhatian khusus,” katanya.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020