Jakarta (ANTARA News) - Prita Mulyasari sebaiknya menuntut balik pengelola Rumah Sakit (RS) Omni Internasional dan jaksa yang menjeratnya dengan UU 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

"Prita harus berani karena dipenjarakan itu mengakibatkan terjadinya kerugian moral maupun material," kata Direktur Setara Institute Hendardi   ketika dimintai tanggapannya di Jakarta, Minggu.

"Penerapan UU tersebut berlebihan. UU sebenar bertujuan mengatur orang melakukan suatu hubungan, jadi bukan ditafsirkan membatasi orang berpendapat," ujarnya.

Hendardi mengemukakan kuasa hukum harus meyakinkan Prita untuk menuntut balik pengelola RS dan Jaksa karena kasus serupa sering dialami masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah saat membutuhkan pelayanan kesehatan .

"Harus ada pembelanjaran agar jera dan mengantisipasi praktek serupa terulang bagi anak bangsa Indonesia lain yang kebetulan tidak bisa berekspresi dengan menggunakan teknologi informasi," katanya.

Hendardi juga menyerukan Jaksa Agung Hendarman Supanji agar menindaklanjuti pernyataan bahwa jaksa keliru menerapkan UU ITE itu dengan proses hukum.

"Penegakkan hukum harus dimulai dari institusi penyelenggara. Jadi Prita sekali lagi harus berani menuntut balik pengelola RS maupun Jaksa dengan pernyataan Jaksa Agung sebagai salah satu bukti terjadi penerapan UU yang tidak benar," ujarnya.

Prita Mulyasari, seorang ibu dua anak di Tangerang, menjadi terdakwa kasus pencemaran nama baik yang kasusnya kini disidangkan di PN Tangerang.

Tuduhan itu bermula dari e-mail Prita yang berisi keluhannya saat menjadi pasien RS Omni Internasional.

Dia didakwa dengan pasal 27 ayat (3) UU No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana kurungan selama enam tahun dan denda satu miliar rupiah.

Sebelumnya Prita sudah digugat secara perdata dan kalah.(*)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009