rancangan undang-undang ini memberi harapan bagi pemulihan ekonomi pasca krisis akibat COVID-19
Jakarta (ANTARA) - Dewan Tafkir PP Persatuan Islam (Persis), Dr. Muslim Mufti berharap buruh atau pekerja ikut memperkaya RUU Cipta Kerja yang tengah digodok di DPR RI.

"Meski ada klaster yang ditunda pembahasannya, Persis menilai rancangan undang-undang ini memberi harapan bagi pemulihan ekonomi pasca krisis akibat COVID-19," kata Muslim dalam keterangan resminya, di Jakarta, Kamis.

Menurut Muslim pasal-pasal yang memang memajukan usaha masyarakat dapat dipertahankan, sementara yang dirasa kurang, sebaiknya dikoreksi.

"Saya minta teman-teman buruh dapat ikut memantau pembahasannya di DPR RI, memberi masukan secara jernih dan berpikir untuk kepentingan bangsa secara keseluruhan. Apalagi kita tahu, akibat wabah COVID-19 ekonomi dunia, termasuk Indonesia menghadapi tantangan sangat berat,’’ kata Mufti.

Baca juga: PAN setuju tunda pembahasan klaster ketenagakerjaan RUU Ciptaker

Dikatakan Mufti, pihaknya sudah melakukan sejumlah kajian antara lain melalui Focus Group Discussion (FGD) secara virtual April 2020 ini.

Diskusi Dewan Tafkir Pimpinan Pusat Persatuan Islam (DT PP Persis) dengan tema ‘’Urgensi UU Cipta Kerja bagi Kemajuan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat ini antara lain menghadirkan pembicara pakar hukum Aay Muhammad Furkon dan Iqbal Hasanudin, selain Mufti sendiri.

Dalam diskusi yang juga dihadiri Himpunan Mahasiswa (HIMA), Himpunan Mahasiswi (HIMI), Pemuda dan Pemudi PERSIS, serta praktisi UMKM itu disebutkan bahwa Omnibus Law merupakan metode untuk mengintegrasikan peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih di berbagai kementerian dan lembaga menjadi satu.

‘’Hal ini kami anggap penting. Atau dengan kata lain, undang-undang yang mengatasi tumpang tindih seperti ini, urgent (mendesak). Karena selama ini, banyak persoalan muncul dari tumpang tindih tersebut. Birokrasi kita ruwet, aturan tumpeng tindih, potensi korupsi di mana-mana, sehingga misalnya, investor banyak yang kabur atau malas menanam modal di sini,’’ papar pria yang juga tercatat sebagai dosen tetap FISIP UNI Sunan Gunung Djati Bandung itu.

Baca juga: Apindo khawatir dampak RUU Cipta Kerja tanpa klaster ketenagakerjaan

Proses RUU Cipta Kerja, dinilai sudah melalui tahapan sebagaimana ditetapkan oleh UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

‘’Kami melihat, muatan RUU Ciptaker yang antara lain memberi kemudahan perizinan UMKM, itu tepat dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Makin relevan, karena akibat Covid-19 ini banyak perusahaan terpukul. Dan yang paling menderita adalah usaha kecil, karena dana cadangan mereka juga kecil. Mudah-mudahan undang-undang ini, jika nanti disahkan, dapat membuka seluas-luasnya peluang kebangkitan usaha kecil dan menengah,’’ papar Aay Muhammad Furkon, dalam diskusi tersebut.

Baik Mufti, Aay maupun Iqbal sepakat, kemudahan perizinan akan menumbuhkan kewirausahaan (enterpreneur) di berbagai lapisan masyarakat, sehingga dapat memberdayakan semua lapisan masyarakat.

Baca juga: Pemerintah dan DPR tunda bahas RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan

‘’Tentu saja, RUU ini harus dibahas dan didalami lagi. Ini kan payung hukum yang akan menentukan nasib banyak pihak dan berlaku dalam waktu panjang. Kita tidak bisa gegabah. Diperlukan diskusi lanjutan untuk memberikan masukan pada Panja RUU Cipta Kerja agar RUU ini sesuai dengan spirit awalnya,’’ pungkas Doktor Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia itu.

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020