Harga akan relatif lebih stabil dan tidak mengalami lonjakan yang signifikan
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania menginginkan agar pemerintah segera mempertimbangkan realisasi kebijakan impor beras sebagai bentuk antisipasi potensi berkurangnya stok beras di pasar.

"Memasuki akhir tahun 2020, titik kritis ketersediaan beras diperkirakan akan terjadi dikarenakan produksi beras pada musim panen kemarau yang hanya mencapai 35 persen dari total produksi nasional dalam setahun. Jika melihat data BPS, produksi beras pada Januari-April 2020 ada pada kisaran 10,84 juta ton, jumlah ini turun dari data pada bulan yang sama di tahun 2019, di mana saat itu produksi beras mencapai 13,62 juta ton," kata Galuh Octania dalam rilis di Jakarta, Jumat.

Untuk mengantisipasi hal ini, lanjut Galuh, pemerintah idealnya perlu mempertimbangkan untuk impor beras serta pemerintah juga perlu melakukan diversifikasi negara asal impor beras.

Hal itu, ujar dia, karena dampak pandemi COVID-19 membuat sejumlah negara produsen beras memberlakukan kebijakan baru, seperti menangguhkan kontrak baru untuk impor beras dan menutup kegiatan di pelabuhan demi mempertimbangkan cadangan beras nasional mereka.

Diversifikasi negara asal impor, lanjut Galuh, penting dilakukan menjaga ketersediaan beras di pasar. Beberapa hal yang berpotensi mengancam ketersediaan beras selama pandemi antara lain adalah potensi hasil panen yang tidak maksimal, di tengah kondisi negara-negara pengekspor beras seperti Vietnam yang sudah menutup aksesnya.

Galuh berpendapat bahwa impor beras di waktu yang tepat dapat berpengaruh pada kestabilan harga beras di pasar.

"Harga akan relatif lebih stabil dan tidak mengalami lonjakan yang signifikan. Panen yang sedang berlangsung pun harus dimaksimalkan dengan sebaik mungkin, terutama bagi daerah-daerah penghasil beras di Indonesia. Perlunya informasi yang jelas mengenai jumlah produksi beras masing-masing antara daerah satu dan lainnya karena tidak ada satupun daerah yang dapat memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri," paparnya.

Selain itu, masih menurut dia, stok beras yang adapun harus benar-benar dimaksimalkan dari sisi distribusinya.

Ia mengingatkan bahwa penerapan PSBB dan karantina wilayah parsial di beberapa daerah di Indonesia tentu akan memengaruhi kelancaran akses transportasi.

"Walaupun secara jelas di peraturan PSBB haruslah mengecualikan distribusi pangan, namun kondisi di lapangan kadang tidak sejalan dengan peraturannya. Maka dari itu, perlu adanya jaminan untuk kelancaran pengiriman pangan dan juga jaminan keselamatan bagi para pekerja di lapangan yang mengacu ke protokol kesehatan," ucapnya.

Baca juga: Pemerintah disarankan segera realisasikan impor beras
Baca juga: Beras Bulog sisa impor 900.000 ton, Buwas: kualitasnya masih bagus

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020