Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly memastikan menghadiri sidang lanjutan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease (COVID-19), yang akan digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (20/5).

Yasonna menegaskan dirinya beserta Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Jaksa Agung ST Burhanuddin tetap akan hadir meski perppu yang dimohonkan untuk diuji materi sudah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

“Saya bersama Menteri Keuangan dan Jaksa Agung tetap hadir di sidang MK Rabu besok, meski objectum litis (perppu) yang dimohonkan pengujian oleh pemohon sudah tidak ada, karena sudah disahkan Presiden dan diundangkan Menkumham menjadi Undang-Undang,” kata Yasonna, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Menkumham tegaskan pejabat pelaksana Perppu 1/2020 tak kebal hukum

Sesaat setelah diterbitkan pada akhir Maret 2020, Perppu Nomor 1 Tahun 2020 itu digugat tiga pemohon ke Mahkamah Konstitusi. Ketiganya adalah Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan kawan-kawan, Din Syamsuddin serta Amien Rais dan kawan-kawan, serta aktivis Damai Hari Lubis.

Dalam Rapat Paripurna, Selasa (12/5/2020), DPR mengesahkan perppu tersebut menjadi undang-undang. Akibat keputusan DPR itu, satu dari tiga pemohon uji materi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 mencabut gugatannya di MK. Gugatan yang dicabut yakni yang dimohonkan oleh aktivis Damai Hari Lubis.

Sementara dua gugatan lain yang dimohonkan oleh MAKI dan kawan-kawan serta Din Syamsuddin-Amien Rais dan kawan-kawan tetap dilanjutkan.

Para pemohon uji materi menilai COVID-19 tidak termasuk dalam kegentingan memaksa dan APBN hanya boleh direvisi melalui APBN perubahan, bukan melalui perppu.

Selain itu, pemohon juga menyoroti Pasal 27 ayat (1) yang mengatur imunitas hukum pemerintah dan/atau anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Pemohon menilai Pasal 27 ayat (1) merupakan bentuk pengistimewaan pejabat tertentu yang berpotensi pada terjadinya tindak pidana korupsi.

Baca juga: BI dukung penerbitan Perppu No 1 Tahun 2020

Yasonna sendiri telah menegaskan bahwa Pasal 27 Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tidak menghilangkan delik korupsi atas pejabat pemerintah pelaksana perppu.

Dia mengatakan, pasal 27 dalam perppu tersebut hanya memberikan jaminan bagi pelaksana perppu agar tidak khawatir dalam mengambil keputusan secara cepat.

"Tidak ada istilah kebal hukum bagi pihak-pihak yang menjadi pelaksana perppu ini. Pasal 27 pada perppu tersebut tidak berarti menghapus delik korupsi. Pasal 27 hanya memberi jaminan agar pelaksana perppu tidak khawatir dalam mengambil keputusan karena kondisi saat ini memerlukan keputusan yang cepat," ujar Yasonna.

"Tidak ada yang namanya kebal hukum bila terjadi korupsi. Bila ditemui bukti adanya keputusan yang dibuat sengaja menguntungkan diri atau kelompoknya, tetap akan diproses di pengadilan dan ditindak secara hukum," sambung dia.

Baca juga: BI tegaskan tidak cetak uang atasi COVID-19

Baca juga: Menkumham jelaskan alasan penerbitan Perppu penundaan pilkada


 

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2020