Bekasi (ANTARA News) - Feni Rita Napitupulu (40), bersama suaminya Ikrar Purba serta anak-anaknya yang tinggal di Rutan Jaya RT09/RW09 Bintara Jaya Bekasi, Jabar, berhasil menipu 25 orang dengan kedok investasi dan membawa kabur uang Rp2,8 miliar dari para korbannya.

Para pelaku yang satu keluarga itu sekarang masih diburu polisi.

Seorang korban, Djusmaniar Djamhur (68), dirumahnya Komplek ANTARA I, Bintara Jaya, Jumat, mengaku menderita kerugian sebesar Rp571 juta atas dana yang dititipkan kepada pelaku untuk investasi dibidang pengelolaan CPO dan minyak, dengan janji pengembalian investasi 10 persen untuk setiap 10 hari.

Jumlah korban yang terdata 25 orang dengan uang yang diinvestasikan berjumlah Rp2,8 Milyar. Kegiatan investasi yang dijalankan pelaku mulai Oktober 2008 dan pada Maret 2009 pengembaliannya mulai tersendat.

Pada 20 Juli 2009 pelaku kabur bersama keluarganya.

"Saya tertarik ikut setelah anak saya yang lebih dulu ikut investasi mendapat pengembalian uang sesuai janji. Uang sebesar Rp571 Juta merupakan tabungan yang dikumpul sedikit demi sedikit selama menjadi PNS di Deppen dan kantor berita Antara hingga pensiun," ujar Djusmanian didampingi anaknya yang juga ikut jadi korban Delvy Djamhur (40).

Dirumah korban juga berkumpul sejumlah ibu-ibu yang juga menjadi korban penipuan investasi diantaranya Mimi Parlina yang menderita kerugian Rp135 juta, Ida Puspita rugi Rp14 juta dan Niar yang menderita kerugian Rp10 juta.

Djusmaniar menuturkan awal mula kenal dengan pelaku yang tingal tak jauh dari rumahnya itu melalui anaknya Delvy.

Pelaku berlagak sebagai orang yang ramah dan penuh perhatian hingga mendapat simpati warga. Setelah itu ia meminjam uang Rp5 juta untuk keperluan membeli obat-obatan wootak dengan sistim MLM untuk keperluan guru di sekolah anaknya SD 05 di Jalan H. Naman, Jakarta Timur.

Sebelum uang dikembalikan pelaku mengajak agar uang diinvestasikan di minyak goreng dengan pengembalian 10 persen dari investasi setiap 10 hari. Awalnya bunga dibayar lancar dan banyak orang lain yang tertarik untuk ikut mananam modal.

Delvy yang mengaku rugi Rp75 juta sempat mendapat pengembalian investasi selama dua-tiga bulan. Jasa atas investasi itu kadang hanya sebagian diterima dan sebagian lagi ditambahkan ke penyertaan modal.

Bisnis yang kelihatannya menggiurkan itu berkembang dari mulut kemulut hingga banyak ibu-ibu dan bapak-bapak juga menanam modalnya.

"Sebenarnya ada perasaan tidak percaya. Kok jasa investasi begitu besar dan darimana uang itu didapat. Tapi ketika akan menarik kembali uang, pelaku berdalih tidak bisa ditarik seluruhnya sesuai dengan peraturan yang dibuat sendiri," ujarnya.

Yang mengherankan setiap kali korban datang ke rumah pelaku dengan perasaan dongkol dan ingin mengambil kembali uangnya, begitu bertemu perasaan kesal itu seperti luntur saja dan akhirnya uang tidak dapat ditarik.

Korban lain, Mimi Parlina, mengaku suaminya meminjam uang sebesar Rp35 juta kekantor dengan jaminan sertifikat rumah di Serpong. Uang itu kemudian ditambah simpanan serta pinjaman koperasi. Beberapa saudara Mimi juga ikut menyetorkan modal hingga terkumpul dana sebesar Rp135 juta.

Dari beberapa kali menyetorkan modal mulai Rp50 juta ia hanya mendapat pengembalian investasi dua kali masing-masing Rp10 juta, 35 juta juga dua kali dan begitu juga yang ketiga.

Ketika uang dalam jumlah besar itu diserahkan ke pelaku, Mimi mulai mendengar kabar kurang sedap tentang siapa pelaku. Ia kemudian jatuh sakit akibat takut uangnya tidak dikembalikan.

"Pelaku sempat menjenguk saya dirumah sakit sambil mengurut kepala. Saat itu saya ingin meminta kembali uang tapi tak sanggup mengucapkan. Sebelum balik ia menyerahkan uang Rp2 juta sambil menyatakan untuk keperluan sekolah anak," ujarnya.

Disaat wawancara berlangsung sepasang suami istri yang tinggal di Perumahan Nuansa Standar, Kavling I, Denpasar Timur, Bali, Evi dan suaminya Andi, ikut memberikan keterangan tentang penipuan itu.

Evi yang merupakan menantu dari Djusmaniar mengaku menyetorkan uang sebesar Rp90 juta melalui transfer bank dan suaminya Rp210 juta. Dari uang yang disetor itu hasil investasi yang didapat masing-masing Rp50 juta dan Rp90 juta setelah itu pelaku raib.

"Ada firasat dan rasa tidak percaya dengan cara investasi itu, tapi gimana saya lihat saudara di Bekasi pengembaliannya lancar," ujar Evi yang suaminya seorang konsultan itu.

Dari keterangan Lina istri dari Zainul Akhyar yang tinggal di Lombok NTB dan merupakan kakak Ikrar (Suami pelaku), diketahui Feni telah melakukan penipuan dengan kedok serupa di Lampung hingga warga rugi Rp10 Milyar.

Pelaku sempat dihukum enam bulan penjara dan baru tiga bulan ia mengajukan penangguhan penahanan dengan jaminan anaknya dan pengacara serta uang Rp150 juta. Setelah itu mendapat kebebasan pelaku melarikan diri dan pengacaranya akhirnya melanjutkan hukuman di penjara.

Pelaku kemudian lari ke Samarinda Kaltim dan berganti nama menjadi Fatimah dan suaminya berganti jadi Budi. Untuk memuluskan aksi dan meyakinkan korban pelaku menggunakan jilbab.

Di Samarinda menurut Lina, pelaku mengantongi uang Rp3 Milyar dan melarikan diri ke Bekasi. Lina memberikan testimoni kepada korban ketika datang ke Bekasi untuk menjual rumahnya dan setelah rumah laku ia kembali ke NTB.

Di Bekasi Feni mengganti nama menjadi Ferina. Aksinya berjalan mulus dan ia baru menghilang, ketika seorang korban Deli yang menanam uang Rp20 juta meminta investasinya namun tidak dikembalikan. Ia kemudian menelpon polisi yang disebut sebagai saudaranya sambil memanggil komandan di depan pelaku melalui telepon genggam.

Para korban juga memperlihatkan foto-foto pelaku yang sudah dicetak ukuran besar, berikut suami dan anak-anak mereka.

Pelaku juga memiliki empat anak Aliyah Friska Putri, yang diakui pelaku tamatan sastra Perancis Unpad, Vebrina Friska Putri, Amanda Friska Putri dan Irfan Purba.

Para korban berharap pelaku bisa ditangkap aparat kepolisian dan tidak ada lagi korban-korban lain yang jatuh miskin akibat terperdaya dengan bisnis yang menyesatkan itu.

Baik Djusmaniar maupun Delvy telah melaporkan kasusnya ke sentra pengaduan polisi sektor kota Bekasi dan menerima surat bukti pelaporan bernomor polisi : LP/2206/K/VIII/2009/ Metro-Bekasi, sementara laporan Delvy diregister NO LP/1978/K/VIII/2009.

"Kami para korban sangat berharap agar polisi bisa menyebarkan foto pelaku dan menangkapnya. Kalau dibiarkan gentayangan korban-korban lain akan berjatuhan," ujarnya yang diamini ibu-ibu lainnya.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009