Selamat untuk Korsel. Tapi konsultasi dengan Korut dan ASEAN juga sama penting
Bekasi (ANTARA) - Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah mengungkapkan plus-minus kehadiran Korea Selatan di KTT G7 tahun ini.

"Ada berita besar dari Washington di akhir Mei tahun 2020. Donald Trump mengundang Presiden Korea Selatan untuk hadir Di KTT G7 tahun ini. Undangan Donald Trump ini diterima dengan baik oleh Presiden Moon Jae-in, sehingga membuat hati pemerintah dan masyarakat di Korsel berbunga-bunga," ujar Teuku Rezasyah kepada ANTARA di Jakarta, Rabu.

Karena undangan ini merupakan pengakuan, jika Korsel sudah menjadi kekuatan ekonomi global. Setara dengan negara-negara seperti Jerman, Prancis, Jepang, Inggris, Kanada, Amerika Serikat, Italia, dan Uni Eropa.

Bagi pemerintah Korsel khususnya, ia mengatakan, G7 merupakan sebuah panggung global yang jauh di atas Kawasan Asia Pasifik, di mana ide-ide konstruktif bagi perdamaian dan pembangunan versi Korsel berpotensi menjadi agenda global G7.

Baca juga: Rusia tidak tertarik kembali bergabung ke G7
Baca juga: Merkel tolak undangan Trump menghadiri KTT G7 di Washington


Dengan demikian, terbuka lahan-lahan diplomatik yang lain, yang belum ditanggapi secara resmi oleh pemerintah Korsel sendiri. Dalam hal ini, diundangnya Korsel menghadiri KTT G7 ini memungkinkan Korsel menjalin kemitraan baru dengan negara-negara yang juga diundang seperti Australia, Brazil, India, dan Russia, guna membangun G7 model baru di masa depan.

Selanjutnya, menggalang koalisi moral untuk bersama-sama mendukung ide perdamaian di Semenanjung Korea, yang saat ini sulit dijalin karena faktor Donald Trump yang militeristik.

Kemudian, membangun sebuah kaukus dalam MIKTA  ( Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, Australia)  guna menjadi energi baru dalam pemberdayaan ide-ide Sustainable Development Goals (SDG) di berbagai kawasan sekaligus.

Diperkirakan kehadiran Korsel di G7 nanti berpotensi menurunkan kredibilitas global dari tetangganya: Korea Utara. Padahal, pemerintahan Kim Jong-un amat berhasil meredam COVID-19, termasuk menyosialisasikan Ideologi Juche yang berbasis kemandirian di dalam negerinya.

Guna menghindari ketegangan baru di Semenanjung Korea, lanjut Teuku Rezasyah, alangkah baiknya jika rencana kehadiran di KTT G7 tersebut dikomunikasikan ke Korea Utara, guna menghindari kecurigaan mereka.

Karena dikuatirkan Korut berpikir jika Korsel ini akan mengingkari kesepakatan bilateral yang telah ada sebelumnya. Padahal, niat baik bagi perdamaian ini telah menggerakkan Kim Jong-un untuk bolak-balik ke perbatasannya dengan Korsel, termasuk terbang jauh ke Vietnam Dan Singapura.

Konsultasi dengan Korut tersebut berguna untuk meyakinkan Korut, jika Korsel sama sekali tidak berniat mengucilkan Korut, namun menyerap ide-ide perdamaian dan pembangunan terkini dari Korut, guna disampaikan dalam forum G7 nanti. Atas pemahaman Korut ini, Korsel berpotensi meyakinkan dunia untuk mengkaji kembali sanksi Internasional atas Korut.

Tidak ada salahnya juga Korsel berkonsultasi terlebih dahulu dengan ASEAN. Gunanya adalah menyelaraskan ide-ide ASEAN-South Korea Strategic Partnership menuju percepatan ASEAN Economic Community, sehingga menjadi referensi bagi G7.

Konsultasi Korsel dengan ASEAN sebelum KTT ini juga berpotensi memperkuat posisi runding Korsel dalam G7, walaupun resikonya adalah mempertajam persaingan Korsel dan Jepang dalam pembangunan Asia Tenggara di masa depan.

"Selamat untuk Korsel. Tapi konsultasi dengan Korut dan ASEAN juga sama penting," pungkas Teuku Rezasyah.

Baca juga: Australia akan sambut undangan resmi ke G7
Baca juga: Trump tunda KTT G7, upayakan perpanjang daftar undangan


 

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020