Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menekankan upaya pemulihan ekonomi Indonesia dari dampak wabah COVID-19 melalui biaya Rp677,2 triliun harus dilakukan secara cepat dan tepat agar mencegah potensi terjadinya penyimpangan atau moral hazard.

Sri Mulyani menyatakan pemerintah saat ini memiliki dua tantangan yang besar dalam menggunakan anggaran senilai Rp677,2 triliun tersebut yakni dari sisi penyaluran dan penargetan terhadap sektor terdampak.

“Langkah-langkah cepat ini ada konsekuensinya. Anggaran meningkat namun akan muncul tatanan kedua yaitu dari sisi delivery dan targeting,” katanya dalam Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2020 secara daring di Jakarta, Senin.

Baca juga: Kejagung kawal program Pemulihan Ekonomi Nasional

Ia menyatakan saat ini pemerintah sedang sangat diuji melalui kecepatan dan ketepatan dalam membuat kebijakan dalam merespon perkembangan wabah COVID-19 yang akan selalu dinamis.

“Perubahan APBN dan APBD yang begitu cepat dan dalam situasi emergency pada 2020 ini pasti memberikan konsekuensi terhadap kepatuhan akan tata kelola dan akuntabilitas,” katanya.

Oleh sebab itu, Sri Mulyani menegaskan meskipun upaya pemulihan ekonomi dilakukan secara cepat dan tepat namun pelaksanaannya tetap harus mengedepankan tata kelola yang baik serta akuntabel.

“Tadi disampaikan Bapak Presiden kalau kita tidak memiliki niat buruk seharusnya seluruh aparat merasa cukup tenang dan percaya diri untuk melaksanakan tugas-tugas kedaruratan ini,” tegasnya.

Baca juga: Kemenkeu dan OJK tandatangani SKB untuk pemulihan ekonomi nasional

Sri Mulyani berharap pengawasan secara internal terhadap upaya pemulihan ekonomi dapat ditingkatkan baik melalui inspektorat jenderal maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Kita menyadari langkah yang tepat pasti tidak sempurna, pasti ada hal yang tidak 100 persen tepat. Saya berharap BPKP serta aparat penegak hukum berperan aktif,” ujarnya.

Menurut Sri Mulyani, pengawasan harus ditingkatkan mengingat program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) masih akan terus bergerak dan termodifikasi sehingga potensi moral hazard dapat diminimalisir.

“Kita perlu menjaga agar aspek moral hazard bisa ditangani tanpa mengurangi kecepatan dan ketepatan dalam melakukan penanganan COVID-19 baik dalam bidang kesehatan, sosial, ekonomi, dan keuangan,” katanya.

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020