Jakarta (ANTARA) - "Bila saat krisis tahun 1998 dampaknya lebih pada kondisi di Tanah Air sendiri, maka saat pandemi COVID-19 ini, lembaga konservasi satwa di dunia ikut terdampak, sehingga semuanya mengalami kesulitan".

Cuplikan itu disampaikan konservasionis satwa liar Indonesia Tony Sumampau saat menyampaikan bagaimana kondisi lembaga konservasi satwa saat ini di tengah pandemi COVID-19 yang dampaknya bersifat global.

Artinya, hampir di semua belahan dunia lembaga konservasi satwa mengalami kesulitan yang sama, sehingga mau tak mau dibutuhkan kampanye untuk penyelamatan satwa penghuninya dengan beragam upaya, termasuk donasi-donasi untuk pakan dan obat-obatan.

Khusus di Indonesia, Tony Sumampau yang juga Sekjen Persatuan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) menyatakan bahwa Ketua Umum PKBSI Dr Rahmat Shah pada 20 April 2020 telah berkirim surat langsung kepada Presiden Joko Widodo.

Dalam surat bernomor 024/PKBSI/IV/2020 disebutkan bahwa sehubungan dengan pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia -- termasuk di Indonesia -- kinerja pariwisata merupakan sektor yang paling terdampak sangat nyata, termasuk usaha turunannya seperti perhotelan, restoran, penerbangan, dan khususnya lembaga konservasi (LK) atau kebun binatang.

Karena itu, PKBSI yang mewadahi 57 LK yang tersebar dari ujung utara Sumatera hingga ujung timur Papua dengan 4.912 jenis satwa berjumlah 68.993 ekor, berupa satwa endemik Tanah Air yang dilindungi maupun satwa belahan dunia lainnya, yang terdiri atas karnivora, herbivora, reptilia, unggas dan berbagai jenis lainnya adalah aset negara yang wajib dilindungi.

Dalam kaitan ketenagakerjaan, kegiatan PKBSI dengan seluruh LK satwa anggotanya mampu menyerap lebih dari 22 ribu tenaga kerja dan selama ini mampu meningkatkan ekonomi wilayah melalui multiplier effect kegiatan dan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) wilayah dengan jumlah pengunjung lebih 50 juta per tahun.

Meski sama-sama terdampak pandemi, ditegaskan sektor wisata LK satwa berbeda dengan sektor wisata lainnya, karena khusus di LK terdapat kolsek satwa langka yang dilindungi yang harus tetap terjaga kesejahteraan, kesehatan dan pakannya, serta harus ada sumber daya manusia (SDM) yang merawatnya, yang kesemuanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

PKBSI membeberkan data bahwa biaya operasional seluruh LK satwa anggotanya yang secara umum terdiri atas kebutuhan pakan, tenaga kerja atau "keeper" (perawat satwa), dan juga obat-obatan, jumlahnya tak kurang dari Rp60 miliar/bulan.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan pemerintah "physical distancing" Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai upaya memutus rantai penyebaran COVID-19 semua LK satwa telah menutup kegiatan operasional sejak awal Maret 2020 sampai batas waktu yang belum bisa ditentukan.

Dari hasil survei internal PKBSI kepada seluruh anggotanya, ketahanan dan kemampuan LK satwa dalam penyediaan pakan satwa koleksinya tanpa adanya operasional bervariasi.

Pertama, kurang dari satu bulan (92,11 persen), kedua: selama 1-3 bulan (5,26 persen), ketiga: lebih dari 3 bulan (2,63 persen).

Sedangkan untuk kemampuan finansial masing-masing, pertama: kurang dari satu bulan (23,68 persen), kedua: selama 1-3 bulan (34,21 persen), ketiga: lebih dari 3 bulan (18,42 persen). Ada juga kondisi yang menyedihkan, yakni ada LK satwa anggota PKBSI yang menyatakan sudah tidak memiliki kemampuan finansial sama sekali (23,68 persen).

Dengan beratnya kondisi yang dialami tersebut, maka PKBSI memohon kepada Presiden untuk mendukung dan membantu kelangsungan dan keberlanjutan hidup LK satwa di Indonesia.

Bantuan yang diajukan di antaranya adalah dalam bentuk memberikan insentif pajak, berupa pembebasan pajak tahun 2020/2021 untuk: Pajak Penghasilan (PPh 21, PPh 23, PPh 4 (2), PPh 25 dan PPh29), Pajak Daerah, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta bantuan pendanaan tunai bagi penyediaan pakan satwa melalui alokasi dana APBN/APBD kepada LK satwa.

Surat PKBSI itu juga ditembuskan kepada Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD, Menko Polhukam, Mensesneg, Menkeu, Mendagri, Menteri LHK, Menteri Parekraf, Gubernur se-Indonesia, dan pihak terkait lainnya.
Seorang pengunjung di lembaga konservasi "ex-situ' (di luar habitat alami) Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat sedang memberikan makanan kepada singa. (FOTO ANTARA/Andi J/HO-TSI Cisarua/2020)



Variasi kondisi

Sesuai survei internal PKBSI, memang faktanya terjadi variasi kondisi yang berbeda di antara LK satwa di Tanah Air.

Di Medan, Sumatera Utara misalnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Medan membuka peluang kerja sama dengan swasta untuk merawat hewan-hewan di Medan Zoo atau Taman Margasatwa Medan yang tutup sejak 23 Maret 2020.

Pengurus Medan Zoo Akhyar Nasution menjelaskan kondisi kebun binatang itu sangat memrihatinkan karena tidak adanya pendapatan dari tiket pengunjung sehingga sejak 7 Mei diambil alih Pemkot Medan dan dikelola PD Pembangunan Medan.

Biaya operasional per hari untuk 170 satwa sebesar Rp3 juta per hari atau Rp100 juta per bulan.

Mereka juga memberikan apreasi atas bantuan masyarakat dan relawan komunitas untuk membantu satwa dari ancaman kelaparan.

Sedangkan untuk masalah konservasinya ditangani oleh Dinas Pertanian (Distan).

Kondisi yang hampir sama juga dialami oleh Kebun Binatang Bandung atau Bandung Zoological Garden (Bazooga) di Jawa Barat.

Wali Kota Bandung Oded M Danial mengaakui pengelola Bazooga kini mengalami kesulitan karena tidak adanya pengunjung sehingga berdampak kepada operasional mereka termasuk perawatan satwa.

Karena itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung akan membantu untuk mencarikan solusi bagi Bazooga yang mengalami krisis pakan satwa sebagai dampak dari adanya PSBB.

Oded menegaskan bahwa selain manusia, satwa juga harus menjadi perhatian pemerintah.

Ia merujuk bahwa Khalifah Umar Bin Khattab pernah menyampaikan bila ada satu pun satwa yang mati karena kelaparan, pasti sebagai pemimpian dirinya akan ditanya Allah SWT.

Karena itu, ia meminta Sekretaris Daerah (Sekda) untuk berkoordinasi dengan pengelola Bazooga terkait kebutuhan pakan.

Pengelola Bazooga sebelumnya malah sudah berencana untuk memotong satu ekor rusa untuk dijadikan pakan macan tutul apabila dalam beberapa waktu ke depan pandemi COVID-19 masih berkepanjangan karena memang sudah tidak ada ketersediaan pakan.

Namun, Sekjen PKBSI Tony Sumampau menegaskan bahwa hingga kini isu atau wacana memotong satwa lain di LK satwa untuk dijadikan pakan ke satwa lainnya belum terjadi.

Ia menyebut bahwa PKBSI telah menggalang kampanye donasi ke publik luas dan hasilnya cukup baik karena ada sejumlah pihak dan masyarakat yang peduli membantu.

Melalui kotak donasi masyarakat ke PKBSI ada tanggapan yang cukup baik, seperti bantuan dari Wali Kota Bandung, dan bahkan Ketua MPR Bambang Soesatyo juga ikut membantu.

Masyarakat membantu mulai dari Rp10 ribu hingga ratusan ribu di mana bantuan itu sangat diapresiasi PKBSI karena sudah bisa dialokasikan untuk sedikitnya sembilan kebun binatang, mulai dari yang ada di Nias, Sumut, Kebun Binatang Medan, Kebun Binatang Siantar, Sumut, Taman Satwa Rimbo Jambi, kebun binatang di Garut (Jabar), Lembang Zoo di Kabupaten Bandung, kebun binatang di Semarang (Jateng) dan kebun binatang di Taman Jurug, Solo (Jateng).

Bantuan itu diwujudkan dalam bentuk pakan dan obatan-obatan bagi kebun binatang yang benar-benar kondisinya sangat sulit.

Namun, ada pula LK satwa yang kondisinya masih baik, yakni di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan.

Pihak pengelola, yakni Kepala Satuan Pelaksana Promosi Taman Margasatwa Ragunan Ketut Widarsana memastikan kebutuhan pakan satwa koleksi kebun binatang itu tetap terpenuhi meski tengah menghadapi pandemi COVID-19.

Di Taman Margasatwa Ragunan hingga ini masih aman dan tidak ada masalah karena penganggarannya ikut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Dengan begitu, maka kebutuhan pakan untuk sebanyak 2.888 ekor lebih satwa koleksi Taman Satwa Ragunan sudah dihitung sehingga saat terjadi pandemi dan ditutupnya operasional kebun binatang tidak menjadi kendala untuk kebutuhan pakannya.
Seorang "keeper" (perawat satwa) di lembaga konservasi "ex-situ' (di luar habitat alami) Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat sedang memberikan asupan nutrisi untuk anak harimau putih di saat pandemi COVID-19. (FOTO ANTARA/Andi J/HO-TSI Cisarua/2020)



Komitmen bersama penyelamatan

Atas kondisi LK satwa itu, pemerintah punya komitmen bersama untuk penyelamatan bagi satwa yang terdampak pandemi saat ini.

Direktur Jenderal KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ir Wiratno, M.Sc menjelaskan bahwa LK umum di Indonesia seperti kebun binatang, taman satwa dan taman safari yang telah mendapatkan izin pemerintah (KLHK) sebanyak 81 unit.

Pengelolanya mulai dari badan usaha milik pemerintah daerah maupun badan usaha milik swasta (BUMS) dengan jumlah koleksi satwa lebih dari 66.845 individu baik karnivora, herbivora, burung dan ikan.

Diakuinya bahwa penutupan LK satwa itu mempengaruhi operasional dalam mencukupi kebutuhan pakan dan obat obatan.

Untuk membantu LK satwa itu, KLHK telah mengalokasikan pakan dan obat obatan bagi LK yang membutuhkan. Bantuan itu, tidak hanya dukungan pakan dan obat obatan namun juga memberikan dukungan melalui sejumlah kebijakan.

Di antaranya adalah pertama, Surat Menteri LHK ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor S.210/ MENLHK/PHPL/HPL.3/4/2020 tanggal 3 April 2020, tentang Permohonan Relaksasi Kebijakan Ekonomi Sektor Kehutanan termasuk di dalamnya diusulkan stimulus keringanan perpanjangan masa pembayaran pajak serta kebijakan tertentu terkait pembatasan pergerakan dalam hal penyediaan pakan satwa.

Kedua, surat Menteri LHK ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor S.280/ MENLHK/SETJEN/OTL.0/4/2020 tanggal 23 April 2020, tentang Permohonan Relaksasi Pajak bagi Lembaga Konservasi.

Lalu, ketiga: surat Menteri LHK ke Menteri Keuangan Nomor S. 279/MENLHK/SETJEN/ OTL.0/4/2020 tanggal 23 April 2020 tentang Permohonan Relaksasi Pajak Bagi Lembaga Konservasi.

Keempat, surat Menteri LHK ke Menteri Dalam Negeri Nomor S.277/MENLHK/SETJEN/ OTL.0/4/2020 tanggal 23 April 2020 tentang Permohonan Relaksasi Pajak Bagi Lembaga Konservasi.

Sedangkan kelima, surat Direktur Jenderal KSDAE ke Korlantas POLRI dan Dirjen Perhubungan Darat Nomor S.211/KSDAE/KKH/KSA.2/5/2020 tanggal 6 Mei 2020 tentang Permohonan Pengecualian Transportasi Penyediaan Pakan Satwa di Kebun Binatang.

Seperti yang disampaikan PKBSI, pihaknya menegaskan sejauh ini tidak ada LK yang mengorbankan satwa koleksinya untuk dijadikan pakan satwa lain, terlebih pada dasarnya satwa yang ada di LK merupakan satwa milik negara.

Apabila akan dilakukan pemindahan ataupun pengurangan satwa untuk kebutuhan pakan satwa lain harus seizin KLHK dan harus mengikuti proses ketentuan regulasi yang berlaku.

Yang ditekankan ke pengelola LK satwa adalah bisa memodifikasi pakan untuk satwa baik frekuensinya maupun jenisnya, namun jangan sampai mengurangi nutrisi kebutuhan satwa, kesejahteraan satwa di LK tetap yang utama.

Demikian pula, untuk beberapa LK sedang dilakukan kajian kemungkinan pelepasliaran beberapa satwa yang secara kesehatan layak untuk dilepasliarkan ke habitatnya dengan pertimbangan setelah kondisi transportasi memungkinkan.

Saran KLHK itu, salah satunya diwujudkan di Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor sebagai salah satu KL anggota PKBSI, yakni menyiasati kebutuhan pakan beberapa satwa dengan menanam sayur dan buah-buahan di lingkungan mereka untuk menekan biaya operasional pembelian pakan.

Humas TSI Cisarua Yulius H Suprihardo menyebut para "keeper" satwa bersama-sama menanam sayur dan buah-buahan untuk jenis-jenis satwa pemakan tumbuhan (herbivora).

Upaya itu, cukup membantu pemenuhan kebutuhan satwa di saat pandemi COVID-19 yang saat ini masih belum berakhir.
Baca juga: KBS-LK jalin kerja sama hibah satwa
Baca juga: PKBSI galang donasi untuk satwa lewati masa pandemi COVID-19
Baca juga: Pelepasliaran dan upaya meningkatkan populasi di alam jalak putih
Baca juga: Satwa TSI Bogor tetap dapat perawatan meski tak terima pengunjung

Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2020