KPK dari awal proses penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan meyakini bukti-bukti dalam perkara ini kuat
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap meyakini mantan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir terlibat dalam pembantuan tindak pidana penerimaan suap kesepakatan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 (PLTU MT Riau-1).

"Perlu kami tegaskan, KPK dari awal proses penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan meyakini bukti-bukti dalam perkara ini kuat," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu, sebagai respons setelah Mahkamah Agung (MA) menguatkan putusan bebas terhadap Sofyan.

Atas putusan kasasi MA tersebut, ia mengatakan KPK wajib menghormatinya.

"Meskipun dari sejumlah pihak lain yang diproses dalam kasus korupsi terkait PLTU Riau-1 ini semuanya divonis bersalah oleh pengadilan, tetapi KPK tetap hormati independensi peradilan," ujar Ali.

Keterlibatan Sofyan itu, kata Ali, berdasarkan fakta-fakta hukum hasil persidangan dengan terdakwa mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih, pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes B Kotjo, dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham yang seluruhnya telah terbukti bersalah dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

"KPK juga meyakini bahwa ada bukti permulaan yang cukup yang kemudian diperdalam pada proses penyidikan dan seluruh rangkaian perbuatan terdakwa Sofyan Basyir tersebut telah terurai jelas di dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU)," ujarnya pula.
Baca juga: Kasasi KPK ditolak MA, Sofyan Basir tetap bebas


Namun, Ali mengatakan KPK saat ini belum menerima salinan lengkap putusan kasasi MA tersebut.

"Nanti jika sudah ada putusan lengkap, kami akan mempelajari pertimbangan-pertimbangan putusan kasasi tersebut, sehingga dapat dianalisa lebih lanjut apa langkah hukum berikutnya yang dapat dilakukan KPK," kata Ali pula.

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro sebelumnya menyatakan majelis kasasi menolak permohonan kasasi JPU KPK, sehingga Sofyan tetap dinyatakan bebas.

"Permohonan kasasi penuntut umum ditolak karena menurut majelis hakim kasasi, putusan Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah dalam menerapkan hukum. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat sudah tepat dan benar dalam pertimbangan mengenai penerapan hukumnya," kata Andi Samsan.

Putusan kasasi itu dipimpin oleh majelis hakim dengan ketua majelis Suhadi dan anggota majelis Sofyan Sitompul, Krisna Harahap, Abdul Latief, dan Leopold Luhut Hutagalung.

"Bahwa terdakwa tidak terbukti terlibat membantu melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan. Lagi pula alasan kasasi penuntut umum sudah merupakan fakta dan penilaian hasil pembuktian, atas dasar dan alasan tersebut majelis hakim kasasi dengan suara bulan menyatakan permohonan kasasi penuntut umum harus ditolak," ujar Andi Samsan.

Perkara itu diputus pada Selasa, 16 Juni 2020.
Baca juga: Pakar hukum: KPK harus dahulukan bukti materiil, bukan dugaan


Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada 4 November 2019 menyatakan Sofyan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan dua dakwaan.

Sofyan dinilai tidak terbukti mengetahui kesepakatan penerimaan fee yang akan diterima oleh Johannes B Kotjo dari CHEC Ltd sebesar 2,5 persen atau sejumlah 25 juta dolar AS yang akan diberikan kepada sejumlah pihak.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020