Pelbagai inisiatif teknologi perlu digencarkan penggunaannya agar pengelolaan perikanan lebih transparan, efektif dan efisien
Jakarta (ANTARA) - CEO Accenture dan salah satu wanita paling berkuasa di dunia korporasi Amerika Serikat tahun 2019 versi New York Times, Julie Sweet, menyatakan bahwa sukar untuk budaya kantor menjadi digital bila kantor itu masih menggunakan cara-cara tradisional.

Sentimen yang diucapkan Julie Sweet itu tampaknya diamini oleh berbagai pihak di seluruh penjuru dunia, terutama dalam masa pandemi COVID-19 seperti saat ini.

Hal tersebut karena dengan adanya pandemi, maka mau tidak mau, suka tidak suka, perkantoran mulai banyak yang menerapkan sistem kerja dari rumah dalam rangka mencegah penyebaran wabah.

Kantor yang memaksakan agar pegawai tidak boleh bekerja di rumah sama saja dengan berisiko mengorbankan kesehatan para pegawainya. Dengan era digitalisasi seperti sekarang, berbagai hal sebenarnya dapat dikerjakan secara lebih efektif dan efisien dengan bantuan dunia daring.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga selama bertahun-tahun sebelumnya telah secara perlahan-lahan mengadaptasikan proses digitalisasi ke dalam pola kerja dan layanan mereka terhadap publik di Tanah Air.

Misalnya, KKP membuka loket layanan perizinan usaha perikanan tangkap daring selama 24 jam setiap hari kerja sejak 22 Juni 2020 guna meningkatkan pelayanan seiring bertambahnya permohonan izin usaha.

Dirjen Perikanan Tangkap KKP Zulficar memaparkan, layanan daring itu untuk menjawab permasalahan tingginya permohonan perizinan yang masuk melalui SILAT (Sistem Informasi Izin Layanan Cepat).

Menurut Zulficar Mochtar, respons terhadap layanan SILAT daring 1 jam itu yang telah berjalan sekitar satu semester atau setengah tahun terakhir ternyata disambut baik.

Hingga 22 Juni 2020 Layanan SILAT daring 1 jam telah menerbitkan 4.080 dokumen perizinan sejak diluncurkan pada tanggal 31 Desember 2019. Angka ini terdiri dari 1.158 Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), 2.750 Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan 172 Surat Izin Kapal Penangkut Ikan (SIKPI).

Capaian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sumber Daya Alam perikanan tangkap juga mengalami kenaikan sebesar 17,78 persen.

Jika dibandingkan periode yang sama, pada tahun 2019 PNBP SDA perikanan tangkap sampai dengan Juni mencapai Rp 253 miliar, sedangkan tahun ini sampai dengan 19 Juni 2020 PNBP SDA perikanan tangkap mencapai Rp 298 miliar.

Zulficar Mochtar juga mengungkapkan bahwa setiap bulannya terdapat lebih dari 700 permohonan izin usaha perikanan tangkap. "Antusias pelaku usaha ini membuktikan layanan online melalui SILAT 1 jam online berdampak positif," ucap Zulficar.

Ia menjelaskan penambahan waktu layanan SILAT selama 24 jam ini didukung dengan sumber daya manusia dan teknologi yang mumpuni.

Selain itu, masih menurut dia, para petugas pelayanan diatur oleh Direktorat Perizinan dan Kenelayanan tentang waktu dan pembagian kerjanya.

Zulficar menyatakan akan terus memantau dan mengevaluasi sistem digital daring tersebut agar ke depannya bisa selalu memberikan layanan yang optimal.

Baca juga: KKP-XL Axiata luncurkan Aplikasi Laut Nusantara

Inovasi daerah

Tidak hanya di tingkat pusat, di tingkat daerah juga muncul berbagai inovasi, seperti aplikasi "Si Cantik" (Sistem Informasi Cermat, Akuntabel, dan Simpatik) yang merupakan program sertifikasi ekspor perikanan dari Stasiun Karantina dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan Kalimantan Tengah.

"Integrasi sistem ini menyingkat waktu dan biaya dari sebelumnya antara 1,5-6 hari sebelum keberangkatan dengan beberapa kali datang ke kantor pelayanan menjadi 55 menit," kata Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Rina.

Rina memaparkan melalui Si Cantik, pihaknya memberikan akses kemudahan bagi pengguna jasa atau stakeholder untuk mengurus perizinan sertifikasi mulai dari permohonan pemeriksaan karantina (PPK), Sistem Cara Karantina Ikan Yang Baik (CKIB) daring, Sistem Cara Penanganan Ikan Yang Baik (CPIB) dan Aplikasi Simfoni (e-billing PNBP) hanya melalui aplikasi.

Program tersebut juga terpilih dalam TOP 99 SINOVIK 2020, ajang inovasi yang rutin diselenggarakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB).

Rina menuturkan, penerapan dan pengembangan aplikasi Si Cantik ini disesuaikan dengan kebutuhan spesifik pemangku kepentingan dari aplikasi yang sebelumnya telah memperoleh penghargaan Top 99 SINOVIK 2018.

Kendati replikasi, lanjutnya, namun terdapat modifikasi inovasi dengan cakupan wilayah yang lebih luas, yaitu tiga bandar udara dan dua pelabuhan di Kalimantan Tengah.

Sementara Kepala SKIPM Palangka Raya, Iromo mengungkapkan, integrasi sistem melalui Si Cantik SKIPM Palangka Raya telah berdampak kepada peningkatan ekspor.

Iromo mengungkapkan, dampaknya antara lain ke peningkatan PNBP, yaitu dari Rp104,61 juta pada 2017 menjadi Rp169,23 juta pada 2018, dan menjadi Rp203,64 juta di tahun 2019.

Keberadaan sistem ini, urai Iromo, juga memudahkan pengusaha lokal di Kalimantan Tengah, dari yang semula hanya menjadi penjual dan pedagang ikan lokal, kini menjadi pemasok ikan antarpulau.

Selain itu, ujar dia, terdapat pula pengusaha perikanan yang sebelumnya hanya sebagai pemasok, kini menjadi eksportir hasil perikanan yang dapat mengirimkan produknya langsung ke negara tujuan.

Di ajang TOP 99 SINOVIK 2020, Si Cantik Palangka Raya menang dalam kategori replikasi yaitu kategori yang pertama kali diperlombakan.

Iromo mengutarakan harapannya agar layanan Si Cantik bisa memberikan kontribusi yang lebih besar dalam mewujudkan sektor kelautan dan perikanan Indonesia yang mandiri, kuat dan berbasis kepentingan nasional melalui jaminan kesehatan ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan yang sehat, bermutu, aman dan terpercaya dalam kegiatan sertifikasi ekspor maupun impor, sehingga juga meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar global.

Baca juga: XL tingkatkan tangkapan nelayan melalui Aplikasi Laut Nusantara

Aplikasi Laut Nusantara

KKP juga bekerja sama dengan sejumlah pihak swasta seperti XL Axiata dalam membuat aplikasi Laut Nusantara, yang merupakan upaya perwujudan transformasi digital sektor perikanan dengan menyediakan inovasi teknologi aplikatif bagi nelayan di Tanah Air.

Kepala Badan Riset dan SDM KKP Sjarief Widjaja menyatakan bahwa Laut Nusantara menghadirkan kemudahan dan kecepatan akses informasi Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (PPDPI) serta dilengkapi informasi cuaca laut dalam genggaman nelayan sehingga aktivitas penangkapan ikan lebih efektif dan efisien.

Ia juga mengutarakan harapannya agar dengan penggunaan aplikasi Laut Nusantara, ke depannya dapat pula meningkatkan produksi perikanan tangkap serta mendorong pertumbuhan nilai tukar nelayan di berbagai daerah.

Pada 17 Juni 2020, Balai Riset dan Observasi Laut (BROL), satuan kerja BRSDM, bersama PT XL Axiata Tbk (XL Axiata), didukung oleh Politeknik KP Sorong dan SUPM Ambon, menyosialisasikan aplikasi Laut Nusantara kepada masyarakat umum dan nelayan pada khususnya.

Sosialisasi terlaksana secara daring, diikuti sekitar 1500 peserta yang terdiri dari penyuluh perikanan, taruna Poltek KP, siswa SUPM, dosen, peneliti, mahasiswa, hingga nelayan di seluruh Nusantara.

Kepala BROL, I Nyoman Radiarta, menjelaskan bahwa aplikasi Laut Nusantara merupakan bukti nyata hilirisasi hasil riset unggulan BROL untuk mendukung program KKP dalam hal inovasi riset dan peningkatan SDM kelautan dan perikanan.

Saat ini, ungkap I Nyoman Radiarta, BROL pun tengah mengembangkan aplikasi Laut Nusantara fase ke-4, dengan penambahan fitur pada penentuan lokasi jenis ikan tertentu (tuna, cakalang, dan lemuru), yang rencananya akan dirilis pada Juli 2020.

Menurut dia, dengan penggunaan aplikasi Laut Nusantara, terbukti dapat meningkatkan produksi penangkapan ikan. Seperti di PPN Pengambengan, jumlah produksi perikanan bertambah hingga 110 persen dari 10.560 ton di 2018 menjadi 21 ribu ton di 2019.

Jangkau ribuan nelayan

XL Axiata dan BROL telah melaksanakan sosialisasi penerapan aplikasi Laut Nusantara sejak 2018 lalu dan telah menjangkau ribuan nelayan di 23 Wilayah Kota/Kabupaten di seluruh Indonesia.

Aplikasi Laut Nusantara merupakan aplikasi digital yang ditujukan bagi kalangan nelayanan tradisional yang biasa menggunakan peralatan tradisional dan beroperasi tidak lebih dari 20 mil dari garis pantai.

Aplikasi ini memberikan data-data yang akurat mengenai berbagai kebutuhan nelayan selama melaut, termasuk lokasi keberadaan ikan, data cuaca terkait kecepatan angin dan kondisi gelombang, perhitungan BBM, hingga fitur untuk panggilan darurat.

Selain itu, aplikasi ini juga menyediakan fitur perbincangan yang bisa nelayan manfaatkan untuk mendapatkan informasi mengenai harga ikan tangkapan di pasar.

Pengamat kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan bahwa arah kebijakan digitalisasi sektor perikanan perlu diperkuat dengan pendampingan kepada nelayan dan pelaku usaha secara konsisten, agar mereka sebagai pengguna juga bisa beradaptasi dengan pendekatan digital tersebut.

Menurut Abdul Halim, dengan teknologi, kegiatan penangkapan ikan jauh lebih efektif dan efisien, misalnya terkait penggunaan BBM khusus bagi nelayan yang melaut. Untuk itu, ujar dia, perlu dipastikan adanya pendampingan secara terus-menerus agar teknologi dianggap sebagai bagian dari kebutuhan yang melekat pada aktivitas perikanan.

Ia tidak menginginkan berbagai proyek digitalisasi perikanan hanya sebatas proyek yang dikerjakan sekenanya, apalagi bila tidak diperluas dengan sokongan dari APBN atau anggaran negara.

Pendek kata, lanjutnya, pelbagai inisiatif teknologi perlu digencarkan penggunaannya agar pengelolaan perikanan lebih transparan, efektif dan efisien.

Baca juga: XL Axiata terus kembangkan fitur baru aplikasi laut nusantara

Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2020