Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo mendorong Menko Polhukam mengkaji lebih mendalam mengenai urgensi menghidupkan kembali Tim Pemburu Koruptor (TPK).

"Perlu mengkaji lebih dalam pengaktifan TPK dengan melihat dari urgensinya," kata Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Rabu.

Bahkan, politikus senior Partai Golkar tersebut mengingatkan pemerintah agar belajar dari kegagalan TPK pada masa lalu yang terbukti tidak efektif memberikan hasil optimal.

Baca juga: KPK ingatkan tim pemburu koruptor yang sebelumnya tak optimal

Bamsoet mendorong pemerintah, dalam kaitan itu Kemenko Polhukam untuk meningkatkan sinergitas dan koordinasi serta supervisi instrumen hukum yang ada seperti kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan kejaksaan agar dapat meneguhkan kembali "integrated criminal justice system".

Kepala Badan Bela Negara FKPPI tersebut juga mendorong institusi-institusi penegak hukum yang ada terus bekerja secara optimal dan konsekuen dalam memburu koruptor untuk menyelamatkan aset negara yang dirampok dengan cara korupsi.

"Sehingga pengaktifan TPK tidak diperlukan kembali," kata mantan Ketua DPR RI itu.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan akan mengaktifkan lagi TPK.

Baca juga: Dikritik KPK, Mahfud pelajari sungguh-sungguh tim pemburu koruptor

Mahfud menjelaskan Indonesia sebelumnya sudah mempunyai TPK, dan tim yang akan diaktifkan kembali tersebut beranggotakan pimpinan Polri, Kejaksaan Agung, dan Kemenkumham.

"Nanti dikoordinir kantor Kemenko Polhukam, Tim Pemburu Koruptor ini sudah ada beberapa waktu dulu, berhasil. Nanti mungkin dalam waktu yang tidak lama Tim Pemburu Koruptor ini akan membawa orang juga pada saat memburu Djoko Tjandra," kata Mahfud, Rabu (8/7).

Untuk payung hukum TPK tersebut, menurut dia, Indonesia dulu sudah pernah memilikinya dalam bentuk instruksi presiden.

Baca juga: Dasco: DPR harus dilibatkan jadi pengawas Tim Pemburu Koruptor

"Inpres ini waktu itu berlaku satu tahun, belum diperpanjang lagi. Kami akan coba perpanjang, dan Kemenko Polhukam sudah punya instrumennya dan kalau itu diperpanjang langsung 'nyantol' ke inpres itu," ucapnya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020