Polisi tidak boleh berhenti. Perlu dilakukan langkah lebih lanjut untuk memburu dan menangkap siapa saja yang terlibat tanpa pandang bulu
Jakarta (ANTARA) - Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengapresiasi kepolisian dan meminta untuk mengungkap, serta menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam kasus Djoko Tjandra.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti memberikan selamat kepada jajaran kepolisian atas keberhasilannya menangkap Djoko Tjandra yang telah menghilang selama 11 tahun terakhir.

"Kami menyampaikan selamat kepada jajaran kepolisian atas keberhasilan meringkus dan membawa pulang Djoko Tjandra. Polisi tidak boleh berhenti. Perlu dilakukan langkah lebih lanjut untuk memburu dan menangkap siapa saja yang terlibat tanpa pandang bulu," kata Abdul Mu'ti, dalam pernyataan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: Cek Fakta: Apakah polisi menangkap Djoko Tjandra yang asli?
Baca juga: Mahfud: Pejabat yang lindungi Djoko Tjandra harus siap dipidana


Mu'ti meminta Polri tidak berhenti dalam mengungkap skandal yang diduga telah melibatkan oknum jenderal dan petinggi di beberapa institusi yang terkait dengan pelarian Djoko Tjandra.

Tantangan Polri saat ini, kata dia, adalah mengungkap siapa saja yang terlibat dalam pelarian terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra di Malaysia.

Mu'ti juga mendesak Kapolri untuk tidak segan menindak tegas apabila saat proses penyelidikan terdapat aktor intelektual di balik kasus tersebut.

"Mengungkap dan menangkap siapa saja yang terlibat, dan jika mungkin ada aktor intelektual di balik kasus kaburnya Djoko Tjandra," pungkas Abdul Mu'ti.

Sebagaimana diketahui, Djoko Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali yang telah menghilang dan buron sejak awal 2000-an itu dibekuk saat bersembunyi di Malaysia, Kamis (30/7) malam.

Polri secara resmi telah menyerahkan penahanan Djoko Tjandra kepada Kejaksaan Agung, namun Djoko Tjandra tak ditahan di Rutan Kejagung, melainkan di Rutan Salemba cabang Mabes Polri.

Sementara itu, praktisi hukum Prof Otto Hasibuan yang diminta menjadi pengacara Djoko Tjandra mempertanyakan eksekusi penahanan terhadap terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali tersebut.

Baca juga: Kemarin, Tito apresiasi Polri hingga DPR kritisi pembiayaan Pusat Data

Dikemukakan Otto, pihak keluarga telah memintanya menjadi kuasa hukum Djoko Tjandra sehingga dirinya mendatangi Bareskrim, Sabtu, menemui Djoko Tjandra untuk memastikan keterlibatan dirinya sebagai kuasa hukum.

Namun, rencana pertemuannya dengan Djoko Tjandra yang resmi ditahan di Rutan Salemba cabang Bareskrim Polri mulai Jumat (31/7) malam harus tertunda dan baru dapat dilakukan Senin (3/8) mendatang.

"Saya harus tentukan sikap. Tanyakan beliau ada pengacara apa tidak. Kode etik. Ada rekan kuasa hukum untuk yang lain. Tapi ini kasus yang baru. Sebagai 'lawyer' harus klarifikasi itu. Gak boleh tangani perkara kalau dia masih terikat pengacara yang lain. Kalo mau, putus hubungan yang lain. Saya harus anjurkan Djoko selesaikan kewajiban dengan 'lawyer' yang lain," jelas Otto.

Namun, Otto menegaskan tidak mau berbicara lebih jauh sebelum dirinya bertemu langsung dengan Djoko Tjandra dan melihat utuh berita acara serah terima Bareskrim Polri kepada pihak Kejaksaan pada Jumat (31/7) malam.

"Kalau eksekusi pasti ada kata-kata eksekusi itu amar nomor berapa. Jadi akan klarifikasi dulu ke Djoko. Sebab, kalo gak ada kata kata perintah untuk ditahan, jadi selama ini dia tidak buron. Dia pergi ke mana aja bebas. Itu dilema hukumnya. Saya gak mau menuduh mana yang benar. Pendapat saya ini pendapat secara hukum," kata pengacara kondang itu.

Baca juga: Djoko Tjandra jalani tes usap COVID-19 usai penangkapan
Baca juga: Djoko Tjandra resmi berstatus warga binaan Rutan Salemba
Baca juga: Diminta dampingi Djoko Tjandra, Otto Hasibuan pertanyakan eksekusi

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020