Termasuk menutup layanan Internet, sekolah / perguruan tinggi dan kurangnya layanan medis selama pandemi COVID-19
Jakarta (ANTARA) -

Kuasa Usaha Ad Interim Pakistan di Indonesia Sajjad Haider Khan menyoroti posisi historis dan hukum pada sengketa Jammu dan Kashmir.

"Jammu dan Kashmir tetap menjadi sengketa yang diakui secara internasional dan sengketa terpanjang yang pernah ada di Agenda Dewan Keamanan PBB, dengan hampir selusin resolusi DK PBB yang mencari plebisit untuk menentukan keinginan Kashmir untuk penyelesaian akhir," ujar Sajjad Haider Khan dalam "media briefing" di Kedubes Pakistan, Jakarta, Selasa.

Khan menunjukkan bahwa pemerintah India mencabut pasal 35A dan 370 Konstitusi pada 05 Agustus 2019.

Tindakan tersebut mencabut status khusus yang diberikan kepada Jammu dan Kashmir, yang jelas melanggar hukum internasional dan Resolusi Dewan Keamanan PBB, ujar Haider Khan.

Ia juga menerangkan dampak kebijakan represif India yang secara khusus mengunci total Jammu dan Kashmir yang diduduki secara ilegal sejak 5 Agustus 2019.

"Termasuk menutup layanan Internet, sekolah / perguruan tinggi dan kurangnya layanan medis selama pandemi COVID-19," kata dia.

Selain itu, Haider Khan menjelaskan mengenai berbagai aspek sengketa Jammu & Kashmir termasuk Pelanggaran HAM berat, pelecehan seksual, kekerasan terhadap perempuan & anak-anak dan menggarisbawahi tindakan ilegal India yang membawa perubahan demografis di wilayah tersebut.

Menyoroti gelombang intoleransi yang sedang berlangsung dan represi yang disponsori negara terhadap minoritas (terutama Muslim) di India, Khan berbicara panjang lebar tentang kebencian yang ditargetkan dan diskriminasi terhadap Muslim di India oleh Pemerintah Modi seperti putusan Masjid Babri, Kewarganegaraan diskriminatif ( Amendment) Act (CAA), National Register of Citizens (NRC) yang kontroversial, dan hukuman mati tanpa pengadilan terhadap Muslim.

Keputusan Perdana Menteri Modi untuk meletakkan batu fondasi sebuah kuil di tempat Masjid Martyred Babri, pada tanggal 05 Agustus tahun ini adalah refleksi dari pola pikir Hindu Rashtra, yang bisa mematikan bagi umat Islam di India dan minoritas lainnya, kata Haider Khan.

Media Briefing menandai peringatan setahun keputusan Pemerintah India untuk mengubah status khusus Jammu & Kashmir (IIOJK), suatu langkah yang ditolak oleh penduduk Kashmir.

Pemerintah Pakistan memperhatikan bahwa 5 Agustus sebagai Yom-e-Istehsaal (hari Eksploitasi) sebagai tanda solidaritas dengan rakyat Kashmir.

Ia juga mendesak warga Indonesia dan kantor media untuk mengekspresikan solidaritas kepada orang-orang tak bersalah di Jammu & Kashmir.


Baca juga: Tentara India siaga jelang satu tahun pencabutan otonomi Kashmir

Baca juga: Penutupan Kashmir akibatkan kerugian lebih dari satu miliar dolar AS

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2020