Jakarta (ANTARA News) - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Patra M. Zein menduga penembakan petani di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, oleh Brimob adalah kebijakan sistematis.

"Kami menduga kejadian penembakan itu ada satu kebijakan yang sistematis," kata Patra M. Zein saat mendatangi Mabes Polri di Jakarta Selatan, Kamis.

Patra mengungkapkan alasannya karena kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) itu tidak hanya di PTPN VII Sumsel, namun juga terjadi di PTPN VIII Jawa Barat, PTPN XIV Sulawesi Selatan dan PTPN II Sumatera Utara.

Patra menuturkan kekerasan yang di PTPN melibatkan anggota kepolisian sehingga perlu ada penanganan yang serius dari pihak pemerintah untuk mengusut tuntas pelanggaran HAM berat tersebut karena terdapat pola dan banyak menelan korban.

"PTPN menjadikan aparat kepolisian sebagai bemper untuk jaga perkebunan," ujar Patra.

Berdasarkan investigas tim advokasi kasus penembakan warga ketika pembongkaran pondok petani di PTPN VII Sumsel oleh anggota Brimob Polda Sumsel, Jumat pekana lalu, sedikitnya 20 orang terluka.

Kejadian tersebut terkait dengan sengketa lahan antara warga dengan PTPN VII Pabrik Gula Cinta Manis seluas 1.529 hektar dan 40 hektar lahan pertanian milik masyarakat yang sudah berkekuatan hukum tetap, berdasarkan putusan Mahkamah Agung tahun 1996 namun belum dieksekusi.

Patra menyatakan Mabes Polri harus mengusut tuntas kasus penembakan dan kekerasan terhadap petani itu, serta melaporkan kejadian itu kepada Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional (Komnas) HAM.

Ketua YLBHI juga mendesak Komnas HAM membentuk panitia penyelidik dugaan pelanggaran HAM terkait kekerasan polisi dan petugas PTPN di seluruh Indonesia terhadap masyarakat.

Berkaitan dengan sengketa tanah PTPN dan warga, Patra akan mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menyelesaikan perebutan hak tanah itu agar tidak menimbulkan korban jiwa. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009